Friday, April 17, 2015

Jet Tempur China dan Rusia Acak-acak Langit Jepang

Sindo- Angkatan Udara Jepang mengatakan, pesawat jet tempur Rusia dan China mengacak-acak langit atau wilayah udara Jepang. Bahkan manuver pesawat jet tempur dua negara besar itu disebut Jepang telah meningkat tajam sejak Perang Dingin tiga dekade silam.

Pesawat jet pembom Rusia disebut beraksi di langit utara, sedangkan pesawat jet tempur China bermanuver di wilayah udara selatan Jepang.



Angkatan Pertahanan Diri Jepang menyatakan, pada tahun ini sampai dengan 31 Maret, pesawat jet tempur Jepang tercatat melakukan aksi 944 kali untuk menghalau manuver pesawat jet tempur dua negara besar itu.

Angka itu meningkat 16 persen pada tahun lalu untuk periode yang sama. Itu adalah jumlah tertinggi kedua dari data yang dicatat sejak tahun 1958. ”Ini merupakan peningkatan yang tajam,” bunyi pernyataan Angkatan Pertahanan Diri Jepang (SDF) yang disampaikan seorang juru bicara, dalam konferensi pers, seperti dikutip Reuters, Kamis (16/4/2015).

SDF tidak merinci secara khusus manuver masing-masing dari mliter Rusia dan China di dekat wilayah pertahanan udara Jepang. Hanya saja, pesawat jet tempur China disebut lebih serang terbang melalui wilayah udara Jepang menuju Pasifik Barat.

Selama ini, Jepang dan China bersitegang soal klaim pulau di Laut China Timur. Sedangkan dengan Rusia, Jepang bersengketa pulau-pulau kecil di dekat Hokaido.

Sementara itu, Komandan Pasukan Amerika Serikat  di Pasifik, Laksamana Samuel Locklear, mengatakan aktivitas militer Rusia telah kembali seperti era Perang Dingin dalam beberapa bulan terakhir. Locklear mengatakan kepada Kongres AS bahwa kapal perang Rusia dikerahkan di kawasan Asia-Pasifik.

Sedangkan pesawat pembom dan pesawat patroli Rusia, lanjut dia, sering masuk ke wilayah udara Jepang di dekat Hokkaido dan empat pulau kecil yang diklaim oleh kedua negara.

AS Kirim Pasukan ke Ukraina, Rusia Geram

MOSKOW - Rusia kembali dibuat geram oleh kebijakan yang diambil pemerintah Amerika Serikat (AS). Dalam kebijakan terbarunya, AS memutuskan untuk mengirimkan ratusan instruktur militer ke Ukraina, untuk melatih Garda Nasional Ukraina.


Menurut Kremlin, kedatangan pasukan AS di Ukraina untuk melatih Garda Nasional Kiev berpotensi semakin menambah buruk kondisi di wilayah Ukraina timur. Pertempuran antara separatis pro-Rusia dan Kiev sampai saat ini memang masih terus terjadi di Ukraina timur. "Keikutsertaan instruktur atau spesialis dari negara-negara ketiga di wilayah Ukraina, di mana konflik dalam negeri Ukraina belum terselesaikan, dikhawatirkan bisa menambahkan kacau situasi," ucap juru bicara Kremlin, Dmtry Peskov dalam sebuah pernyataan. Seperti dilansir Reuters pada Jumat (17/4/2015).

AS, dalam sebuah pernyataan menyebut, mereka setidaknya akan mengirimkan 300 orang instruktur mereka untuk melatih pasukan Ukraina, yang saat ini tengah berusaha mengalahkan separatis di Ukraina timur.

300 orang tersebut berasal dari Brigade Airborne 173, dan sudah mendarat di wilayah Yavoriv, Ukraina pada tengah pekan lalu.

Ke-300 instruktur militer AS tersebut direncanakan akan berada di Ukraina selama enam bulan, dan akan melatih tiga bataliyon pasukan Ukraina.

Iran Ajak India, China dan Rusia Lawan Sistem Rudal NATO

MOSKOW - Iran mengajak Rusia, China dan India untuk melawan sistem perisai rudal NATO. Iran menyatakan siap bekerjasama dengan tiga negara itu untuk menghadapi ancaman NATO.

”Saya ingin mendukung ide pengembangan kerja sama pertahanan multifaset antara China, Iran, India dan Rusia untuk melawan ekspansi NATO di wilayah timur dan perisai rudalnya yang dipasang di Eropa,” kata Menteri Pertahanan Iran, Jenderal Hossein Dehqan, di sebuah Konferensi Keamanan Internasional di Moskow, Kamis kemarin.

Setelah menyampaikan ajakan itu, Dehqan, seperti dikutip RIA Novosti mengatakan, bahwa Rusia, China dan Iran dapat mengadakan pembicaraan pertahanan tripartit.

”Kami membahas aspek-aspek tertentu dari keamanan regional. Sudah diusulkan untuk mengadakan pertemuan trilateral Rusia, Iran dan China,” ujar Dehqan usai bertemu dengan Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu. Sementara itu, NATO berdalih penyebaran sistem perisai rudal NATO di Eropa Timur karena meningkatnya ancaman rudal balistik serta ancaman nuklir Iran.

”Ancaman terhadap negara-negara NATO yang ditimbulkan oleh proliferasi rudal balistik terus meningkat. Kerangka kesepakatan (dari program nuklir Iran) tidak mengubah fakta itu,” kata juru bicara NATO, Oana Lungescu, seperti dilansir Sputnik

Tuesday, April 14, 2015

Israel Sewot Rusia Kirim Rudal S-300 ke Iran

Okezone – Rusia memutuskan untuk mengakhiri pelarangan dengan mengirim sistem pertahanan antirudal jenis S-300 ke Iran. Israel pun sewot karena kesepakatan program nuklir dengan negara-negara Barat hanya akan memperkuat militer Iran.

Sebagaimana diketahui, Iran dan negara-negara Barat telah menemui kata sepakat mengenai program nuklir. Intinya, negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) melarang Iran untuk membuat reaktor nuklir. Namun, sejak awal Israel tidak setuju dengan kesepakatan itu.

Ketakutan Israel pun terjawab, Rusia memutuskan untuk mengirimkan sistem pertahanan antirudal jenis S-300. Menurut Menteri Urusan Strategis Yuval Steinitz, hal itu akan membuat pertahanan militer Iran semakin tangguh.

"Alih-alih, menuntut Iran berhenti dari kegiatan teroris yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan seluruh dunia, kesepakatan itu justru membuat Iran membeli senjata canggih yang hanya akan meningkatkan agresinya," kata Steinitz, seperti diberitakan IB Times, Selasa (14/4/2015).

Pada 2010, sistem pertahanan anti rudal tersebut batal dikirim karena tekanan dari AS dan Israel sebagai bentuk hukuman kepada Iran. Namun, Pemerintah Rusia mengatakan Presiden Vladimir Rutin telah menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri hukuman kepada Iran.

Arab Saudi Kerahkan Apache di perbatasan Yaman

Irib - Juru bicara koalisi Arab anti-Yaman pimpinan Arab Saudi, mengkonfirmasikan penempatan helikopter Apache Arab Saudi di perbatasan dengan Yaman, sementara gerakan Ansarullah memperingatkan bahwa telah terbuka semua opsi untuk membalas agresi ke Yaman.

Tasnim News melaporkan, Ahmad al-Asiri dalam hal ini mengatakan, “Kami mengendalikan situasi dengan menggunakan artileri dan helikopter Apache.”


Ditegaskannya bahwa militer Arab Saudi tidak akan membiarkan militan menyerang melalui perbatasan dan bahwa perbatasan Arab Saudi aman, tenang dan tidak terpengaruh akibat agresi ke Yaman.

Namun fakta di lapangan Senin (14/4) berbeda dengan pernyataan al-Asiri, mengingat serangan anggota kabilah Takhya ke pangkalan militer al-Manara, Arab Saudi di provinsi Saada, telah membuat wilayah perbatasan Yaman dan Arab Saudi tidak aman bagi para agresor.

Sumber-sumber pemberitaan Yaman menyatakan, para pejuang suku Takhya di Provinsi Saada, Utara Yaman menyerang sebuah pangkalan militer di perbatasan Saudi. Dalam kontak senjata yang terjadi, pasukan suku Takhya membunuh 18 tentara Saudi dan menyita banyak senjata. Sejumlah pejuang suku Takhya juga tewas dalam pertempuran itu.

Serangan tersebut mengejutkan militer Arab Saudi.

Setelah kegagalan semua opsi dan politiknya di Yaman, Arab Saudi memilih opsi militer dan melancarkan serangan udara ke Yaman pada 26 Maret, dengan alasan mengembalikan kekuasaan sah mantan presiden Yaman yang berstatus buron, Abd Rabbuh Mansur al-Hadi.

A-Hadi, mengajukan surat pengunduran dirinya kepada parlemen Yaman pada 21 Januari 2015, dan segera disetujui parlemen. Namun al-Hadi menyatakan menarik kembali pengunduran dirinya pada 3 Maret 2015, setelah melarikan diri dari Sanaa menuju Aden dan mengumumkan pembentukan pemerintahan di Yaman selatan.

Monday, April 13, 2015

GP Ansor Minta Umat Islam Tak Terkecoh Konflik di Yaman

Okezone - Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mengingatkan umat Islam Indonesia untuk tidak ikut-ikutan dalam konflik antara Arab Saudi dan Kelompok Syi'ah Houthi di Yaman. Karena Indonesia merupakan negara yang anti-perang dan mencintai perdamaian.

"Dalam pembukaan UUD 1945 negara Indonesia harus ikut aktif dan terlibat dalam upaya perdamaian dunia. Karena itu atas nama apapun, dan konflik apapun, kita tidak membenarkan cara-cara perang untuk menyelesaikan masalah. Karena akan memakan korban kemanusiaan," ujar Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid, Minggu (12/4/2015).


Namun pada sisi lain, GP Ansor sebagai organisasi sayap kepemudaan NU dan bangsa Indonesia, sangat menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Bagaimanapun, Presiden Yaman Abedrabbuh Mansour Hadi yang digulingkan oleh kelompok Syi'ah , Abdul Malek al Houthi, adalah Presiden yang dipilih secara demokratis. Karena itu, GP Ansor juga tidak membenarkan cara-cara kudeta dalam meraih kekuasaan. "Namun Ansor sangat lebih tidak membenarkan adanya peperangan untuk meraih kekuasaan," tegasnya.

Untuk itu, GP Ansor meminta konflik Arab Saudi dan Negara Teluk, kecuali Oman, dengan kelompok Syi'ah Houthi di Yaman tidak dikaitkan dengan sentimen konflik aliran Sunni, dan Syi'ah. Sebab antara Abedrabbuh Mansour al Hadi dan Abdul Malek al Houthi sesungguhnya adalah penganut Syi'ah Zaidiyyah. Jadi, konflik ini tidak ada kaitannya dengan sunni dan syi'ah.

"Melainkan lebih pada ketakutan dan ancaman kepentingan dan politik masing-masing negara, yang kita sebagai bangsa Indonesia tidak boleh ikut terlibat dan intervensi," ujarnya.
Karena itu, GP Ansor mengimbau bangsa Indonesia terutama umat Islam dan ulama Indonesia tidak terkecoh dan jangan mau ditunggangi kepentingan pihak lain. "Masak tokoh-tokoh Islam Indonesia ditunggangi kedutaan negara lain, untuk mendukung aksi perang yang mereka lakukan. Kita umat Islam Indonesia jangan mau dipakai orang lain," tukasnya.

Sebelumnya, sejumlah ulama menyambangi kediaman Duta Besar Arab Saudi. Kehadiran para ulama ini untuk menyatakan dukungan terhadap pemerintah Arab Saudi yang memimpin operasi Decisive Storm terhadap pemberontak Syiah Houthi di Yaman. Bagi GP Ansor, perang bukanlah solusi. Apalagi, jika itu dari Arab Saudi maka ada kemungkinan biaya perangnya merupakan uang dari biaya haji. "Jangan-jangan duit yang dibuat biaya perang uangnya jamaah haji. Masak dana hasil umat Islam untuk perang sesama umat Islam," ungkap Nusron.

Tegang dengan Saudi, Iran Hentikan Umrah

Okezone - Iran menghentikan semua perjalanan jemaah haji kecil atau umrah ke Arab Saudi pada Senin (13/4/2015). Hal itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik antara kedua negara.

Laporan penghentian perjalanan umrah ke Tanah Suci itu diberitakan stasiun televisi pemerintah Iran yang dilansir AP. Selain masalah ketegangan diplomatik, tindakan pemerintah Iran itu juga dipicu laporan dugaan pelecehan dua jemaah umrah asal Iran saat bepergian melalui Bandara Jedah bulan Maret lalu.


Juru bicara Kementerian Kebudayaan Iran, Hossein Nooshabadi, mengatakan kepada televisi pemerintah Iran, bahwa haji kecil akan ditunda sampai pemerintah Saudi menerapkan sikap yang kuat untuk kasus (pelecehan) ini. ”Hukuman mati harus berlaku untuk kasus ini,” katanya.

Laporan dugaan pelecehan terhadap jemaah umrah asal Iran itu telah memicu protes di Kedutaan Besar Saudi di Teheran pada Sabtu pekan lalu.

Sekitar 500 ribu warga Iran mengunjungi Arab Saudi setiap tahun untuk melakukan ibadah haji kecil. Mereka selalu mengunjungi Mekkah dan Madinah, dua situs suci Islam. Sedangkan untuk ibadah haji, sekitar 100 ribu warga Iran rutin tiap tahun berangkat ke Saudi.

Ketegangan antara Iran dan Saudi dipicu oleh agresi militer Koalisi Teluk pimpinan Saudi terhadap Houthi Yaman. Iran yang dikenal sebagai sekutu Houthi dituding Saudi ikut mendukung kelompok pemberontak yang ingin mengkudeta pemerintah sah Yaman itu. Namun, Iran berkali-kali menyangkalnya.

Akhirnya Rusia Cabut Larangan Pengiriman Rudal S-300 ke Iran

LiputanIslam - Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya mencabut larangan penjualan senjata pertahanan udara canggih S-300 ke Iran. Demikian keterangan pers pemerintah Rusia menegaskan.
“Dekrit Presiden mencabut larangan pengangkutan melalui wilayah Rusia, termasuk pengangkutan udara, dan eksport dari wilayah Federasi Rusia ke Republik Islam Iran, baik melalui udara maupun laut, atas sistem pertahanan udara S-300,” demikian pernyataan tersebut seperti dilaporkan kantor berita RIA Novosti yang dilansir Russia Today, Senin (13/4).


Dekrit tersebut ditandatangani Presiden Vladimir Putin. Presiden sebelumnya, Medvedev, membatalkan penjualan senjata itu tahun 2010 setelah adanya larangan dari PBB. Iran dan Rusia menandatangani kontrak penjualan 5 sistem pertahanan udara S-300 pada tahun 2007 senilai $800 juta. Dengan dekrit ini dipastikan Iran akan bisa segera memiliki rudal-rudal canggih S-300, meski saat ini belum ada konfirmasi tentang kapan pengiriman itu akan dilakukan.

Akibat pembatalan itu hubungan kedua negara memburuk dan Iran menuntut Rusia ke arbitrase internasional di Genewa dengan tuntutan ganti rugi $4 miliar.

Setelah bertahun-tahun negosiasi, pada bulan Februari 2015 lalu Rusia menawarkan kepada Iran senjata pengganti yang sepadan, yaitu Antey-2500. Iran menjawab akan mempertimbangkannya. Iran sendiri kemudian diketahui berhasil mengembangkan senjata pengganti buatan sendiri Bavar 373 yang diklaim Iran lebih canggih dibandingkan S-300.

Terakhir kali Rusia mengirim S-300 ke luar negeri adalah tahun 2010, sebanyak 15 unit yang dikirim ke Cina. Sejak saat itu produksi senjata ini dihentikan setelah produsennya, Almaz-Antey, memproduksi sistem pertahanan udara yang lebih canggih, S-400. Cina juga menjadi negara yang mendapat kehormatan untuk menjadi pembeli pertama S-400 systems.

Saat ini S-300 dianggap sebagai satu sistem pertahanan udara tercanggih di dunia dan telah digunakan oleh beberapa negara, seperti Aljazair, Azerbaijan, Belarusia, Siprus, Kazakhstan dan Vietnam. Rusia disebut-sebut juga memiliki senjata ini, meski belum terkonfirmasi oleh pejabat setempat.

Tentara Yaman: Balasan Kami Akan Datang dan Mematikan

LiputanIslam – Juru bicara angkatan bersenjata Yaman Kolonel Ghalib Luqman menegaskan bahwa balasan atas serangan Arab Saudi terhadap rakyat dan fasilitas infrastruktur Yaman akan segera datang dengan hebat dan mematikan.


Dalam konferensi pers di Sanaa, ibu kota Yaman, Senin (13/4), Luqman menyatakan bahwa yang menjadi korban serangan udara Saudi tak lain adalah warga sipil. Menurutnya, serangan Saudi sejauh ini telah menewaskan 2,571 orang, melukai 3,897 orang, dan menghancurkan banyak fasilitas infrastruktur vital milik negara, dan dengan cara demikian Saudi bermaksud memaksa rakyat Yaman bertekuk lutut.
Dia menambahkan bahwa tentara Yaman tahu persis bahwa musuh utama mereka adalah kawanan teroris yang didukung oleh Saudi di Yaman, dan tentara Yaman juga sama sekali tidak pernah mengancam Saudi maupun negara lain. Karena itu bangsa Yaman “siap berkorban hingga titik darah penghabisan dalam menghadapi Saudi.”

“Kami tidak akan meminta izin siapapun dalam membalasan serangan Saudi maupun dalam hal bagaimana bentuk balasannya. Balasan akan datang dan lebih hebat daripada apa yang diperkirakan oleh sebagian orang…Balasan akan hebat dan mematikan. Saudi maupun Amerika Serikat bukanlah pihak yang menentukan balasan maupun bentuknya,” tandasnya, sebagaimana dilansir Alalam.
Dia juga menyebutkan bahwa al-Houthi adalah bagian dari elemen bangsa Yaman, dan “bagaimana juga mereka berbuat di dalam negara mereka sendiri”, sedangkan Saudi campur tangan di Yaman setelah melihat jaringan teroris al-Qaeda kocar-kacir.

Dia memastikan bahwa angkatan bersenjata Yaman masih solid dan sanggup melancarkan serangan balasan, “sebagaimana akan segera terbukti”. Dia mengingatkan bahwa tentara Yaman tersebar di seluruh penjuru Yaman meskipun Saudi gencar menebar serangan udara serta menyokong dua kelompok teroris al-Qaeda dan ISIS.

Atwan: Penolakan Turki dan Pakistan Terhadap Perang Yaman Pil Pahit Bagi Koalisi Arab

LiputanIslam - Jurnalis terkemuka Arab Abdel Bari Atwan kembali mengecam serangan Arab Saudi dan sekutunya ke Yaman. Dalam editorialnya kali ini untuk media online Rai al-Youm, Minggu (12/4), dia mengecam alasan yang dimukakan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Saud al-Faisal bahwa serangan ke Yaman dilakukan atas permintaan pemerintah Yaman.


Atwan menyatakan bahwa kasus Yaman berbeda dengan kasus Kuwait ketika diinvasi dan dianeksasi oleh pasukan Irak di era Saddam Hossein, sebab Yaman tidak diserang oleh negara asing untuk kemudian boleh dibantu oleh negara-negara jiran dan koalisi. Keengganan Dewan Keamanan PBB memenuhi desakan koalisi Saudi supaya mengeluarkan resolusi sesuai Pasal 7 Piagam PBB untuk menjustifikasi serangan itu juga menunjukkan ilegalitas serangan Saudi ke Yaman.

Adapun mengenai alasan Saudi bahwa serangan itu dilakukan untuk mencegah pendudukan “pemberontak” Houthi terhadap semua wilayah Yaman, Atwan menyoal; “Apakah pendudukan terhadap sebagian wilayah Yaman sah, sedangkan pendudukan terhadap semua wilayah Yaman tidak sah?”

Dia menyoal lagi, “Apakan seandainya pendudukan itu dilakukan oleh kelompok Yaman lain yang tidak didukung Iran, misalnya al-Qaeda, apakah Saudi juga akan melancarkan intervensi militer sedemikian rupa?”
Atwan sepakat dengan pernyataan Wakil Menlu Iran Urusan Arab dan Afrika, Hossein Amir Abdollahian, bahwa “pihak-pihak musuh berusaha melemahkan dan memecah belah Saudi dan bahwa invasi terhadap Yaman merupakan awal dari agenda musuh itu.”

Menurut Atwan, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya memang berusaha mengacaukan Timteng dengan menyulut perang antarnegara Arab melalui isu sektarianisme mazhab, kabilah dan ras sebagaimana terjadi di Irak, Libya, Yaman dan Suriah.

Atwan mengingatkan bahwa ketika isu tragedi teror 11 September AS di mana 15 warga negara Saudi terlibat, media cetak AS, khususnya majalah US News dan World Report, bersuara kencang mengenai keharusan kerajaan Arab Saudi dibelah menjadi empat negara. Media itu menyatakan demikian dengan asumsi bahwa Saudi menjadi satu negara seperti sekarang hanya baru sejak sekitar 70 tahun silam.
Kolumnis popular yang tinggal di London dan tulisannya banyak dikutip oleh berbagai media Arab ini menjelaskan bahwa krisis Yaman terus mengarah kepada keadaan yang lebih fatal dan berbahaya daripada apa yang dibayang oleh rezim Saudi dan sekutunya, dan bisa jadi inilah yang menyebabkan Turki dan Pakistan akhirnya menjauh dari krisis ini, menolak bergabung dengan poros anti Yaman, dan menyerukan supaya krisis Yaman diselesaikan melalui kanal diplomatik.

Penulis yang berdarah Palestina itu menambahkan bahwa sikap netral Pakistan dan Turki itu menjadi pukulan telak dan pil pahit bagi koalisi Arab sehingga Menteri Penasehat Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Mohammad Anwar Qarqash tak dapat menyembunyikan kekecewaannya.

Sebagaimana pernah diberitakan LI sebelumnya, Qarqas melalui akun Twitternya menyatakan, “Hubungan dengan Teheran tampaknya lebih penting bagi Islamabad dan Ankara daripada dengan negara-negara Teluk Persia… sekarang sudah jelas antara sekutu yang sesungguhnya dan sekutu yang sebatas slogan dan kata.”

Menurut Atwan, apa yang dikatakan Qarqash itu lebih merupakan pernyataan sikap resmi UEA daripada sekedar ungkapan pribadi.

Sunday, April 12, 2015

Houthi Sedang Susun Rencana untuk Serang Saudi

Sindo - Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah mengaku mendapat kabar jika para pemimpin Houthi sedang merencanakan untuk melakukan serangan langsung terhadap Arab Saudi. Langkah ini diambil Houthi sebagai respon atas serangan bertubi-tubi yang dilakukan koalisi Teluk ke basis Houthi di Yaman.

Namun, menurut Nassralah, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (7/4/2015), sampai saat ini para pemimpin Houthi belum memutuskan apakah mereka akan melakukan serangan itu, dan kapan akan dilancarkan. Dalam pandangannya, serangan itu sangat mungkin terjadi karena Houthi memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu.



"Sampai sekarang, kepemimpinan yang bertanggung jawab atas aksi militer di Yaman belum memutuskan apakah akan menyebrangi selat Bab-el-Mandeb (yang menghubungkan Laut Merah ke Teluk Aden) dan meluncurkan serangan terhadap Arab Saudi, meskipun  mereka memiliki kemampuan seperti itu," kata Nasrallah.

Di kesempatan yang sama, dIrinya kembali menyatakan bahwa Saudi dan sekutunya akan mengalami kekalahan yang memalukan jika terus melakukan serangan terhadap Yaman. Pemimpin Hizbullah itu menyerukan kepada Saudi untuk menghentikan serangan dan mulai menggunakan jalur diplomasi untuk menyelesaikan konflik di Yaman.

Menurutnya, pertempuran di Yaman tidak ditentukan oleh kekuatan militer, tapi oleh kekuatan rakyat. Ia meyakini, lama-kelamaan warga Yaman akan menentang pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi, dan justru berbalik mendukung Houthi.

Usai 1.200 Serangan Udara, Yaman Akan Digempur dari Darat

Sindo - Setelah meluncurkan 1.200 serangan udara di Yaman untuk memerangi milisi Houthi, Arab Saudi dan koalisi Teluk yang dipimpinnya bersiap untuk meluncurkan perang darat. Demikian disampaikan juru bicara operasi militer Koalisi Teluk, Brigadir Jenderal Ahmed Asseri.

“Pasukan koalisi telah meluncurkan 1.200 serangan sejauh ini. Tujuan dari serangan udara ini untuk menghancurkan pertahanan udara Houthi, kamp-kamp dan rudal balistik,” kata Asseri, seperti dikutip Arab News, Minggu (12/4/2015).  



Ketika ditanya, apakah perang darat akan diluncurkan koalisi, Jenderal Asseri menjawab; ”Ya, kami akan melakukannya sesuai, sesuai dengan rencana, ketika tujuan dari serangan udara terpenuhi. Ada tujuan tertentu di mana pasukan koalisi bekerja untuk melindungi orang-orang Yaman dan pemerintah yang sah,” katanya mengacu pada pemerintah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi.

Menurutnya, pasukan koalisi bekerja untuk mengganggu pergerakan milisi Houthi di darat. Hal itu untuk menggagalkan pasokan logistik untuk pertahanan milisi pemberontak Yaman itu. ”Kami telah secara akurat menerapkan operasi udara, dan dengan erat mengikuti pergerakan target di darat. Oleh karena itu, jumlah serangan udara meningkat, “ ujarnya.

Jenderal Saudi itu menambahkan, bahwa pasukan Koalisi Teluk telah menumpas militan Houthi di Saada, Emran, Sanaa, Shabwah, Baizaa, Al-Zaalah dan Aden.

”Kami pantau gerakan militan Houthi untuk mencegah mereka menempatkan kehidupan masyarakat di bawah risiko,” imbuh dia mengadu pada laporan bahwa Houthi menggunakan fasilitas sipil seperti sekolah, rumah sakit, stadion dan kamp-kamp pengungsi untuk menyimpan senjata.

Meski Gemas, Saudi Tak Mau Perang dengan Iran

Sindo - Arab Saudi menegaskan tidak mau dan tidak sedang berperang dengan Iran dalam konflik Yaman. Kendati demikian, Saudi mengaku gemas dengan Iran yang mereka anggap terus mendukung kelompok pemberontakHouthi di Yaman.

Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Saud Al Faisal dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius di Riyadh, hari Minggu. Faisal kembali mendesak Iran untuk menghentikan dukungannya terhadap milisi Houthi di Yaman.

Menurut Faisal, agresi militer di Yaman oleh 10 negara Koalisi Teluk yang dipimpin Saudi sejak 26 Maret 2015 semata-mata untuk memenuhi permintaan Presiden Yaman yang sah, yakni Abed Rabbo Mansour Hadi. “Peran Iran di Yaman membuat gemas, dan telah menyebabkan peningkatan kekerasan di negara itu,” kata Faisal.

”Bagaimana Iran bisa meminta kami untuk menghentikan pertempuran di Yaman. Kami datang ke Yaman untuk membantu otoritas yang sah, dan Iran tidak bertanggung jawab atas Yaman,” katanya lagi, seperti dikutip Arab News, Senin (13/4/2015).

Sementara itu, Menlu Laurent Fabius, secara resmi menyampaikan dukungan agresi militer Koalisi Teluk terhadap Houthi di Yaman, yang diberi nama “Operation Decisive Storm” itu.

”Mengenai Yaman, kami di sini untuk menunjukkan dukungan kami, terutama dukungan politik untuk Pemerintah Saudi,” kata Fabius kepada wartawan, sebelum melakukan pertemuan dengan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz.

Kelompok Houthi yang bersekutu dengan unit tentara loyalis mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, telah berupaya mengkudeta pemerintah Presiden Mansour Hadi. Sampai saat ini milisi Houthi dan pasukan loyalis Salah terus berperang dengan pasukan loyalis Presiden Hadi yang dibantu Koalisi Teluk.

Finlandia dan Swedia Merapat ke NATO, Rusia Geram

Sindo - Rusia menyampaikan “keprihatinan khusus” setelah Filandia dan Swedia ingin melakukan kerjasama yang lebih erat dengan NATO. Merapatnya dua negara Eropa ke NATO itu membuat Rusia geram karena merasa langkah itu sebagai ancaman terhadap Moskow.


Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, kedua negara Nordik itu sejatinya netral atau bukan anggota NATO. Namun, keputusan kedua negara itu untuk merapat ke NATO dianggap bisa mengguncang wilayah Eropa Utara.

Rusia menyatakan, bahwa mereka tidak menentang kedua negara itu untuk memecahkan solusi terkait keamanan dan pertahanan mereka masing-masing.”Tidak diragukan lagi, itu adalah hak kedaulatan setiap negara,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia yang diterbitkan di situs resmi kementerian itu.

Tapi, Rusia mereasa kedua negara itu mulai memposisikan diri untuk jadi ancaman bagi Moskow. ”Itu bertentangan dengan beberapa tahun terakhir, kerjasama militer Eropa Utara kini memposisikan diri untuk melawan Rusia. Hal ini dapat merusak kerjasama konstruktif positif,” lanjut pernyataan kementerian itu, seperti dikutip Russia Today, semalam (12/4/2015).

Rusia berharap Filandia dan Swedia masih konsisten dengan kebijakan pertahanan mereka yang non-blok. ”Alih-alih mencari dialog terbuka dan konstruktif dalam mencoba untuk meningkatkan keamanan di Eropa Utara dan di benua secara keseluruhan yang akan mencakup solusi untuk krisis Ukraina, kebijakan konfrontasi justru sedang dilakukan orang-orang di Eropa Utara,” lanjut kementerian itu.

Komentar kekecewaan Rusia itu muncul setelah deklarasi bersama dari lima negara Nordik, termasuk Denmark, Norwegia dan Islandia. Kementerian pertahanan negara-negara Nordik itu menyatakan, bahwa Eropa Utara harus siap untuk melawan ancaman Rusia.

Diterjang Mortir Houthi, Tiga Serdadu Saudi Tewas

Sindo - Pemberontak Houthi Yaman melakukan serangan mortir di wilayah perbatasan Yaman dan Arab Saudi. Sebanyak tiga serdadu Saudi tewas diterjang mortir milisi Houthi Yaman.

Departemen Pertahanan Saudi mengatakan, serangan mortir terjadi Jumat lalu sebelum pesawat yang sarat dengan bantuan medis tiba di Ibu Kota Sanaa, Yaman, pada Sabtu kemarin. Sanaa sendiri masih dikuasai pemberontak Houthi.



Menurut departemen itu, insiden yang menewaskan tiga serdadu penjaga perbatasan Saudi terjadi di wilayah Najran, perbatasan Yaman dan Saudi. Pasukan Saudi telah membalas serangan itu dengan rentetan tembakan.

Kementerian Pertahanan Saudi mengklaim telah menewaskan sekitar 500 milisi Houthi Yaman di sepanjang wilayah perbatasan sejak agresi militer di Yaman dimulai akhir bulan lalu.

Sejak agresi militer terhadap Houthi di Yaman berlangsung lebih dari dua minggu, Saudi mulai curiga bahwa pasukan Iran ikut bertempur di Yaman untuk membela milisi Houhti. Kecurigaan Saudi muncul setelah dua perwira militer Iran dilaporkan ditangkap di Kota Aden selatan.

Juru bicara operasi militer Koalisi Teluk, Brigadir Jenderal Ahmed Asseri, mengatakan, bahwa koalisi tidak mengesampingkan kemungkinan keterlibatan pasukan Iran dalam perang di Yaman. Hal itu dia sampaikan dalam konferensi pers di Riyadh, seperti dilansir Al Arabiya, Minggu (12/4/2015).

Menurut Reuters, para milisi lokal loyalis Presiden Yaman, Abed Rabbo Mansour Hadi, menyatakan, bahwa dua perwira militer Iran yang ditangkap itu merupakan perwira elite di korps Garda Revolusi Republik Islam.

Seorang anggota milisi setempat mengatakan, kedua perwira militer Iran itu berpangkat kapten dan kolonel. "Keduanya ditangkap di dua wilayah yang berbeda," kata seorang anggota milisi loyalis Presiden Hadi yange berbicara dalam kondisi anonim.

Para Ulama Indonesia Dukung Serangan Arab Saudi ke Yaman

VIVA - Para Ulama Indonesia menyatakan dukungan terhadap serangan Arab Saudi terhadap kelompok Houthi di Yaman. Hal itu disampaikan dalam keterangan pers pada Sabtu 11 April 2015.

Bertempat di kediaman Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim Al-Mubarok yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, para ulama Indonesia mengungkapkan dukungannya.


Salah satu perwakilan dari ulama Indonesia, Maman Abdurrahman yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) mengaku sangat khawatir terhadap keamanan dan ketertiban di Yaman.
"Maka sudah selayaknya, negara tetangga dalam hal ini Arab Saudi untuk melindungi Yaman," kata Maman.
Lebih lanjut, ia mengatakan, namun tetap hal utama adalah perdamaian. Namun, jika kata Ishlah tak menemui hasil maka tindakan dapat dilakukan. Ironisnya, serangan ke Yaman ini tak hanya merenggut nyawa tak berdosa tapi juga merusak ekonomi dan keamanan.

Hal senada diungkapkan Imam Besar mesjid Istiqlal, Ali Mustofa Ya’qub. Ia mengatakan bahwa umat muslim di Indonesia mendukung terhadap apa yang dilakukan kerajaan Arab Saudi. Bahkan ia mengklaim Al-quran juga membenarkan atas tindakan yang telah dilakukan Arab Saudi.

"Yang mengatakan, jika ada kelompok yang memberontak terhadap pihak lain, maka damaikanlah, tapi kemudian jika tidak mau berdamai, maka kemudian perangilah kelompok yang tidak mau berdamai,” kata Ali Mustofa.

Kemudian Ali mengatakan, di dalam hadits telah tersirat jika ada umat di agama mu yang menzalimi dan dizalimi, maka kewajiban untuk menolong yang dizalimi. "Ini adalah bagian dari menolong dari yang dizalimi."

Lalu, dari Majelis Ulama Indonesia, Cholil Ridwan mengatakan bahwasanya ini terkait juga dengan ideologi. Houthi dengan ideologi Syiah dan ideologi muslim di Indonesia sama dengan Yaman dan Arab Saudi.

"Arab Saudi juga merupakan kampung kita yag kedua, maka kita harus mendukung Arab Saudi," kata Cholil.

Namun beberapa ulama ini juga tetap menyayangkan dengan timbulnya korban jiwa dari rakyat sipil yang tak berdosa. Para ulama ini mewakili umat muslim di Indonesia juga mengucapkan bela sungkawa akibat korban yang ditimbulkan.

Parlemen Putuskan Pakistan Netral di Konflik Yaman

VIVA - Pemungutan suara di parlemen Pakistan mengindikasikan, bahwa negara itu tidak akan bergabung dalam operasi militer, yang digelar oleh koalisi negara-negara Arab Teluk yang dipimpin Arab Saudi.

Dilansir dari Al Jazeera, Jumat, 10 April 2015, parlemen Pakistan memutuskan dengan suara bulat, meloloskan sebuah resolusi yang menegaskan netralitas negara itu dalam konflik di Yaman.


Sesi gabungan parlemen telah memperdebatkan isu di Yaman selama sepekan terakhir, sebelum akhirnya meloloskan resolusi yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Ishaq Dar, pada Jumat siang.

Resolusi itu menyatakan keinginan, bahwa Pakistan harus mempertahankan netralitas, walau menegaskan kembali dukungan besar Pakistan bagi Kerajaan Arab Saudi.

Para anggota parlemen setuju Pakistan harus baru membahu dengan Saudi, dalam kasus terjadinya pelanggaran terhadap integritas teritorial negara itu, atau ancaman terhadap Makkah dan Madinah.

Hasil pemungutan suara, Jumat, terjadi setelah kunjungan Menlu Iran Mohammad Javad Zarif ke Islamabad, serta pertemuan PM Pakistan Nawaz Sharif dengan pemimpin Turki.

Para pemimpin Pakistan juga telah bertemu dengan pejabat Saudi di Riyadh, selama dua pekan terakhir, sementara pemimpin militer Pakistan berdiskusi dengan Iran dan Mesir.

Pakistan bersama dengan Turki, menempatkan diri sebagai mediator perdamaian dalam konflik di Yaman, menyerukan agar PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengambil peran aktif, dalam dialog untuk mengakhiri konflik.

Arab Saudi telah memulai serangan udara di Yaman sejak 25 Maret, menyasar kelompok pemberontak Houthi yang berhasil mendesak keluar Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi dari ibukota Sanaa.

Saudi Tolak Seruan Iran untuk Gencatan Senjata di Yaman

VIVA  - Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Saud al-Faisal pada Minggu kemarin menolak seruan Iran agar segera mengakhiri serangan udara untuk memberantas kelompok pemberontak Houthi di Yaman. Menurut al-Faisal, Iran tidak sepatutnya mencampuri konflik yang terjadi di Yaman.

Kantor berita Reuters Minggu, 12 April 2015 melansir Saudi kini tengah berupaya membendung pergerakan kelompok Houthi agar tidak bertindak lebih jauh.


"Bagaimana mungkin Iran meminta kami untuk menghentikan peperangan di Yaman. Justru, kami datang ke Yaman untuk membantu pemerintahan yang sah dan Iran tidak berwenang di Yaman," tutur al-Faisal ketika memberikan keterangan pers bersama Menlu Prancis, Laurent Fabius.

Saudi kerap menuding Iran ikut campur dalam konflik di Yaman dengan secara diam-diam membantu kelompok pemberontak Houthi. Sebagai bukti, Saudi mengklaim telah menangkap dua perwira militer Iran di tengah kota Aden bagian selatan.

Dua perwira militer Iran yang ditangkap dituding merupakan penasihat pemberontak Houthi.

"Satu berpangkat kapten dan satu lainnya berpangkat kolonel. Keduanya ditangkap di dua wilayah yang berbeda," ujar juru bicara operasi militer Koalisi Teluk, Brigadir Jenderal Ahmed Asiri ketika memberikan keterangan pers.

Namun, hal itu dibantah oleh Iran. Kantor berita Iran, IRNA melaporkan Pemerintah Teheran tidak memiliki pasukan militer apa pun di Yaman.

"Kami tidak memiliki kekuatan militer macam itu di Yaman," ujar Wakil Menlu, Hossein Amir Abdollahian.

Sementara itu, lewat dari dua pekan serangan udara Saudi, lebih dari 600 orang di Yaman tewas terbunuh. Sebanyak 22 ribu orang terluka dan lebih dari 100 ribu orang kehilangan tempat tinggal.

Militer dan Ansarullah Bebaskan Kota Al Qafr dari Al Qaeda

Irib - Militer Yaman dengan kerja sama pasukan gerakan perlawanan rakyat, Ansarullah berhasil membersihkan kota Al Qafr di Provinsi Ibb, pusat negara itu dari anasir-anasir teroris Al Qaeda.

Situs berita Yemen Press (12/4) melaporkan, militer Yaman dengan kerja sama Ansarullah saat ini tengah berusaha memperketat kepungan atas kelompok teroris Al Qaeda di wilayah Al Tawahi, Provinsin Aden, Selatan Yaman.


Militer Yaman dan Ansarullah berhasil menduduki kediaman Syeikh Al Barh, Pemimpin Al Qaeda yang merupakan lokasi awal dimulainya aksi-aksi teror terhadap pusat-pusat keamanan di Selatan Yaman dan menyanderanya.

Stasiun televisi Al Manar, Lebanon melaporkan, tengah malam lalu akibat serangan Arab Saudi ke wilayah Yaman, lebih dari 15 warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak di wilayah Al Jund, Provinsi Taiz, Selatan Yaman, tewas.
Menurut Al Manar, jumlah korban tewas mungkin akan terus bertambah, pasalnya kondisi sebagian dari mereka yang terluka, kritis.

Menghadapi serangan-serangan luas jet-jet tempur Saudi ke Yaman, militer dan pasukan rakyat negara itu terus meraih kemajuan di wilayah Selatan dan berhasil membebaskan sejumlah besar wilayah dari tangan anasir-anasir teroris Al Qaeda.

Haaretz: Israel Ikut Serang Yaman

Irib - Media massa Israel membongkar dokumen keterlibatan rezim Zionis dalam agresi militer terhadap Yaman.
Televisi al-Mayadeen Lebanon memberitakan, koran Israel, Haaretz hari Minggu (12/4) menyebarkan dokumen bersejarah partisipasi tentara Israel dalam serangan ke Yaman beberapa tahun lalu.


Dilaporkan, pasukan Israel terlibat dalam agresi militer di Yaman pada tahun 1962 dengan kesepakatan Arab Saudi dan Yordania.

"Intervensi [militer] Israel [di Yaman] atas prakarsa Inggris. Inggris meminta Israel menargetkan pangkalan udara Mesir di Sanaa dan Al-Hudaydah, Yaman," tulis Haaretz, Minggu

Thursday, April 9, 2015

Khamenei : Kejahatan Saudi Ala Zionis di Yaman Harus Dihentikan

LiputanIslam -Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan peringatan keras terhadap pemerintah Arab Saudi terkait serangannya terhadap Yaman. Bersamaan dengan ini, Presiden Iran Hassan Rouhani memastikan rakyat Yaman tidak mungkin takluk di depan serangan Saudi.
Khamenei secara blak-blakan menyebut serangan Arab Saudi ke Yaman mirip dengan serangan tentara Zionis Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza serta merupakan “kejahatan dan pembasmian massal yang layak diperkarakan ke mahkamah internasional” .


“Dengan menginvasi Yaman, Saudi telah melakukan kesalahan fatal dan mencoba menanamkan satu tradisi baru di kawasan…Membunuhi anak-anak kecil, menghancurkan rumah-rumah, sarana infratsruktur dan kekayaan nasional sebuah negara adalah kejahatan besar.” ungkapnya dalam sebuah acara peringatan kelahiran Fatimah Zahra ra puteri Nabi Muhammad saw di Teheran, ibu kota Iran, Kamis (9/4/2015), sebagaimana dilansir IRNA.

Dia memastikan bahwa serangan ke Yaman itu tidak akan menghasilkan kemenangan bagi Saudi dan malah akan berdampak buruk dan mencelakakan Saudi sendiri.

“Saudi pasti akan akan rugi dan celaka dalam masalah ini, dan sama sekali tidak bisa menang,” tegasnya.
Dia menambahkan, “Alasan untuk prediksi ini jelas, sebab kekuatan militer kaum Zionis beberapa kali lebih besar daripada Saudi, dan Gazapun juga merupakan kawasan kecil, namun ternyata Zionis gagal, sementara Yaman adalah negara yang luas dengan jumlah penduduk puluhan juta… Saudi pasti akan terpukul dan tersungkur hidungnya ke tanah.”

Khamenei kemudian menegaskan, “Saya mengingatkan bahwa gerakan kejahatan di Yaman harus dihentikan.”

Lebih jauh Khameni mengecam dukungan Amerika Serikat (AS) terhadap invasi Saudi ke Yaman.
“Sudah menjadi watak AS, dalam semua kasus, berpihak kepada yang zalim, bukan kepada pihak yang teraniaya. Namun merekapun dalam masalah juga akan terpukul dan kandas,” ungkapnya.
Dia membantah keras tuduhan bahwa Iran campurtangan di Yaman.
“Kejahatan mereka adalah mengacaukan keamanan angkasa Yaman. Mereka menggalang intervensi di Yaman dengan alasan bodoh yang tertolak, baik di mata Allah maupun di mata bangsa-bangsa dan logika internasional. Mereka tidak menganggap tindakan itu sebagai campurtangan dan malah menuduh Iran,” tegasnya.

Menurut Khamenei, ada grand design untuk menyulap Yaman menjadi Libya kedua.
“Beruntung, mereka gagal mewujudkan ambisi ini, sebab para pemuda mukmin, simpatik dan menaruh keyakinan kepada jalan dan metode Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib ra), baik yang Syiah maupun yang Sunni, Zaidiyah dan Hanafiyah, berdiri menghadang mereka dan akan senantiasa demikian, dan mereka akan menang,” tandasnya.

Pernyataan senada juga dilontarkan di tempat terpisah oleh Presiden Iran Hassan Rouhani. Dia memastikan rakyat Yaman tidak mungkin dapat ditaklukkan oleh serangan Saudi dan sekutunya.
Pada pertemuan perayaan hari teknologi nuklir Iran di Teheran dia menegaskan bahwa tekad rakyat Yaman terlampau besar untuk dapat ditundukkan oleh agresi militer Saudi. Karena itu, sebagaimana dilaporkan Alalam, dia menyerukan kepada semua pihak yang terlibat dalam agresi itu supaya “kembali dan meninggalkan jalan mereka yang salah, serta membuka cakrawala dialog yang melibatkan semua pihak di Yaman.”

“Mari kita siapkan cakrawala dialog di Yaman… Semua pihak hendaknya mengetahui bahwa masa depan Yaman ada di tangan anak-anak bangsa Yaman sendiri,” serunya.

Pengamat: Ada Amerika dan Saudi Arabia Dibalik Al-Qaida Yaman

LiputanIslam -  Secara mengejutkan, kawanan teroris takfiri Al-Qaida in Arabian Peninsula (AQAP) yang beroperasi di Yaman mengumumkan akan memberikan hadiah 20 kg emas bagi siapapun yang berhasil membunuh pemimpin gerakan revolusioner Ansarullah, Abdul-Malik al-Houti. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya besar. Seperti apa kondisi finansial AQAP di tengah sulitnya perekonomian Yaman? (Baca: Al Qaida Yaman Janjikan Hadiah 20 Kg Emas bagi Nyawa Pemimpin Houthi).


Press TV, 9 April 2015, melakukan wawancara dengan Max Igan, seorang pengamat politik di Brisbane, Australia, untuk membahas krisis Yaman, khususnya setelah gempuran mematikan yang dilakukan oleh pasukan Arab Saudi dan sekutunya yang telah menewaskan ratusan penduduk Yaman yang tidak berdosa.
Menurut Igan, berbagai bukti dan data yang ada menunjukkan bahwa Amerika Serikat (AS) dan rezim al-Saud berada di balik AQAP. “Publik perlu memahami bahwa Al-Qaida diciptakan oleh Barat, dan Gedung Putih menggunakan Al-Qaida untuk mengacaukan Timur Tengah,” jelasnya.

“Jenis-jenis senjata yang digunakan oleh teroris Al-Qaida adalah bukti bahwa Saudi dan AS mendukung teroris. Dan setiap kali AS masuk ke suatu negara untuk memerangi Al-Qaida, yang terjadi, kelompok teroris itu justru semakin menguat,” tambah dia.

Seperti diketahui,  Al-Qaida dan affiliasinya hadir di berbagai negara dengan nama yang berbeda-beda. Di Afghanistan, mereka disebut Taliban. Di Yaman mereka disebut Al-Qaeda in Arabian Peninsula, di Libya mereka bernama Ansar al-Sharia, di Nigeria mereka disebut Boko Haram, di Aljazair mereka bernama Al-Qaeda in Islamic Maghreb, di Suriah mereka bernama Jabhat Al-Nusra, di Somalia mereka bernama Al-Shabab, di Indonesia, mereka menyebut dirinya Mujahidin Indonesia Timur. Baru-baru ini mereka membentuk cabang baru di India. Lalu kelompok Islamic State of Iraq ans Syria atau ISIS juga lahir dari ‘rahim’ Al-Qaeda.

Mereka adalah kelompok teroris, yang menggunakan bendera Islam, sehingga menyebabkan semakin meluasnya Islamphobia. Kelompok ini merupakan penganut ideologi Wahabi Takfiri, yang mudah menjatuhkan vonis kafir kepada pihak yang berlainan pemahaman. Al-Qaida dibentuk, didanai, dan dipersenjatai oleh intelejen Amerika Serikat, dengan tujuan untuk mendestabilisasi negara-negara berdaulat.

Tentara Yaman dan al-Houthi Kuasai Ibu Kota Provinsi Shabwa

LiputanIslam - Tentara Yaman dan milisi Ansarullah (al-Houthi) dilaporkan telah memasuki dan menguasai kota Ataq di bagian timur Yaman tanpa melalui kontak senjata, Kamis (9/4/2015).

Lembaga pemberitaan Khabar yang bermarkas di Yaman melaporkan bahwa tentara Yaman yang didukung pasukan Ansarullah telah memasuki kota Ataq, menguasai semua bagian kota, dan menempati semua bangunam milik negara yang ada di dalamnya.


Sumber-sumber lokal menyebutkan bahwa situasi di dalam kota itu tetap tenang, dan tentara menguasai sepenuhnya ibu kota provinsi Shabwa tersebut.
Sehari sebelumnya, kawanan teroris al-Qaeda melancarkan serangan disertai aksi penjarahan di sebagian pangkalan militer di kota itu.

Dilaporkan bahwa pasukan loyalis presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi memilih keluar dan kabur dari Ataq ketika tentara Yaman dan pasukan Ansarullah bergerak mendekati mereka.

Seperti diketahui, situasi di Yaman membara setelah Saudi dan sembilan negara Arab sekutunya, termasuk Mesir dan Sudan, melancarkan serangan udara ke Yaman sejak 26 Maret lalu dengan dalih demi membela pemerintahan Yaman yang sah. Dilaporkan bahwa lebih dari 800 warga sipil, termasuk perempuan dan anak kecil, tewas akibat serangan ini, sementara ribuan lainnya luka-luka.

India Sukses Ujicoba Rudal Nuklir

LiputanIslam - India berhasil mengujicoba rudal permukaan ke permukaan yang mampu membawa hululedak nuklir dengan daya jangkau hingga 350 km.
Kantor berita Iran Press TV melaporkan, Jumat (10/4), rudal ‘Dhanush’ meluncur mulus dari sebuah kapal perang di Teluk Bengal, negara bagian Odisha, Kamis siang. Ujicoba dilakukan oleh tim ahli dari Komando Pasukan Strategis India (SFC).


“Peluncuran ini adalah bagian dari sebuah latihan oleh angkatan perang dan rudal berhasil mencapai sasaran dengan ketepatan tinggi,” kata seorang ahli dari organisasi riset dan pengembangan militer India (DRDO) seperti dilansir Press TV.

Menurut pakar tersebut selama peluncuran, rudal dimonitor oleh fasilitas radar dan telemetri di pantai Odisha.

Rudal berbahan bakar bakar cair itu mampu membawa hululedak konvensional hingga nuklir hingga 1.000 kg. Rudal ini didisain untuk menghancurkan sasaran di darat maupun permukaana laut..

Pada tanggal 19 Februari India juga sukses mengujicoba rudal Prithvi-II yang mampu membawa hululedak nuklir dari sebuah peluncuran mobil di dekat Chandipur, sekitar 1.260 kilometer tenggara New Delhi.
India secara rutin menggelar ujicoba rudal nuklir sejak berhasil mengembangkan senjata nuklir tahun 1998. India juga terlibat dalam ‘lomba senjata’ yang ketat dengan tetangganya, Pakistan, yang juga memiliki kemampuan membuat senjata nuklir. Kedua negara bersaudara itu berpisah sejak kemerdekaan dari Inggris tahun 1947.

Kedua negara menolak menandatangani Non-Proliferation Treaty (NPT) dan berbagai perjanjian internasional yang membatasi pengembangan senjata nuklir. India menganggap NPT sebagai diskriminatif, sementara Pakistan menolak menandatanganinya selama India tidak melakukan hal yang sama.

Kelompok Houthi Rebut Provinsi Kaya Gas Alam




Okezone - kelompok Houthi merebut Kota Ataq di Provinsi Shabwa pada Kamis 9 April walaupun terus digempur melalui serangan udara oleh Arab Saudi dan sekutunya.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (9/4/2015), penduduk di Kota Atiq sangat antusias dengan kedatangan Kelompok Houthi.


Jatuhnya Kota Atiq ke tangan Kelompok Houhti merupakan yang pertama kalinya. Pasalnya kota tersebut berada di Provinsi Shabwa yang mayoritas penduduknya meruapakan penganut Sunni. Sedangkan Kelompok Houthi penganut Syiah.

Selain itu, Provinsi Shabwa merupakan wilayah yang kaya akan gas bumi dan menjadi pemasok utama di Yaman.

Juru Bicara Kelompok Houthi yang tidak mau disebutkan identitasnya mengatakan, serangan udara yang dilakukan Arab Saudi dan sekutunya telah gagal dalam menghentikan perjuangan Kelompok Houthi.
Sementara itu, hari ini Arab Saudi kembali melancarkan serangan udara ke Kota Aden, target serangan mereka adalah fasilitas militer yang dimiliki oleh Kelompok Houthi. Selain Kota Aden, serangan udara juga dilakukan ke Kota Sanaa dan wilayah yang dekat dengan perbatasan Arab Saudi

Iran Tuduh Arab Saudi Lakukan Genosida di Yaman

Okezone - Imam Besar Iran, Ayatollah Ali Khameini menyatakan serangan udara yang dilakukan oleh Koalisi Teluk yang dipimpin Arab Saudi di Yaman adalah sebuah genosida. Tokoh Iran itu juga megatakan bahwa Arab Saudi dan sekutunya tidak akan meraih kemenangan di Yaman.

“Agresi oleh Arab Saudi terhadap Yaman dan penduduknya yang tak berdosa adalah sebuah kesalahan. Tindakan tersebut telah membuat contoh yang buruk di wilayah itu.” Kata Khameini, seperti dikutip Reuters, Kamis (9/4/2015).


“Ini adalah kejahatan dan genosida yang dapat dihukum di pengadilan internasional,” tegas Khameini. “Riyadh tidak akan meraih kemenangan pada agresi ini.”

Kecaman juga diserukan oleh Presiden Iran, Hassan Rouhani, yang menegaskan kesalahan yang terus menerus dilakukan Arab Saudi dengan memerangi sekte Syiah di Timur Tengah.
“Anda telah mencobanya (memerangi Syiah) di Libanon, dan menyadari kesalahan Anda. Anda mencobanya di Suriah, dan menyadari kesalahan Anda. Anda akan segera menyadari Anda membuat kesalahan di Yaman,” ujar Rouhani.

Iran dikabarkan telah mengirimkan dua kapal perangnya ke Yaman untuk membantu kelompok Syiah, Houthi. Arab Saudi juga menuduh Iran membantu melatih dan mempersenjatai kelompok Houthi.
Iran membantah semua tuduhan ini, dan bersikeras menyerukan penyelesaian konflik melalui jalur politik.

Arab Saudi Larang Kapal Iran ke Yaman

Okezone - Pemerintah Iran telah mengirim dua kapal menuju Yaman. Namun, Arab Saudi dengan tegas melarang kapal Iran tersebut memasuki Perairan Yaman.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Militer Arab Saudi untuk Operasi Anti-Kelompok Houthi di Yaman, Brigadir Jenderal Ahmed Asseri, seperti dikutip Al Arabiya, Kamis (9/4/2015).


Jenderal Asseri mengatakan, kapal-kapal perang Iran hanya berhak berlayar di perairan internasional, bukan ke wilayah teritorial Yaman. Asseri yang berbicara kepada wartawan di Riyadh, Rabu 8 April 2015, merespons kebijakan militer Iran yang telah mengirim dua kapal perang ke Teluk Aden.

Asseri menegaskan, selama misi “Operation Decisive Storm” di Yaman, Koalisi Teluk berhak menanggapi setiap upaya Iran untuk mempersenjatai Kelompok Houthi.

Namun, Iran sendiri berkali-kali membantah bahwa mereka mempersenjatai Kelompok Houthi di Yaman. Iran justru menyerukan dialog damai dan menentang intervensi militer asing di Yaman.

Sebagaimana diketahui, media Pemerintah Iran telah mengonfirmasi Kapal Logistik Bushehr dan Kapal Perusak Alborz telah meninggalkan Kota Pelabuhan Bandar Abbas, Iran Selatan, menuju Perairan Yaman. Komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Habibollah Sayyari juga membenarkan pengiriman dua kapal perang itu.

“Armada ke-34 mengirim (dua kapal perang) untuk misi menjamin keamanan jalur pelayaran Iran dan melindungi kepentingan Republik Islam Iran di laut lepas,” kata Sayyari, seperti dikutip Tehran Times, Kamis (9/4/2015).

Meski Iran menentang agresi militer koalisi Teluk di Yaman, Sayyari tidak menjelaskan apakah pengiriman dua kapal perang Iran itu untuk mengintervensi agresi Koalisi Teluk terhadap Houthi di Yaman. Dia hanya menegaskan bahwa misi kapal perang Iran tersebut untuk menjamin kepentingan maritim Iran dari kapal-kapal bajak laut.

Arab Saudi Usir Pesawat Sipil Iran

Okezone - Otoritas Penerbangan Sipil Arab Saudi (GACA) mengusir pesawat Iran ketika melintasi wilayah udaranya pada Kamis 9 April 2015.

Pesawat tersebut membawa 260 peziarah asal Iran untuk melakukan ibadah umrah di Arab Saudi. Insiden itu dikhawatirkan akan memperpanas ketegangan antara Arab Saudi dengan Iran.


“Pesawat tersebut masuk wilayah Arab Saudi tanpa izin. Harusnya pesawat itu didaftarkan terlebih dahulu dalam daftar penerbangan,” demikian bunyi situs resmi GACA, seperti dilansir Arabian Business, Kamis (9/4/2015).

GACA menilai pesawat Iran itu tidak memiliki izin untuk memasuki wilayah Arab Saudi. Selain itu, pilot pesawat juga sempat menolak kontak komunikasi dengan air traffic control (ATC) yang ada di Arab Saudi. Pemerintah Iran belum memberikan konfirmasi terkait insiden ini.

Arab Saudi dan Iran masih terlibat ketegangan terkait krisis di Yaman. Selain itu, konflik Sunni dan Syiah juga sering menjadi ganjalan hubungan kedua negara.

Wednesday, April 8, 2015

Iran Kirim Kapal Perang Dekat Perairan Yaman

Kompas - Iran mengirimkan dua kapal perang ke perairan bebas dekat Aden, Yaman, yang menurut seorang perwira tinggi angkatan laut Iran ialah untuk melindungi negaranya dari bajak laut.

Televisi berbahasa Inggris milik Pemerintah Iran, Press TV, menyiarkan pernyataan Laksamana Habibollah Sayyari yang menyatakan kapal itu merupakan bagian dari perlindungan terhadap bajak laut.



"Untuk menjaga rute laut bagi kapal-kapal Iran di wilayah tersebut," katanya.

Namun, manuver ini dilakukan berbarengan dengan meningkatnya serangan udara pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi terhadap kelompok pemberontak Houthi.

Selain itu, Amerika Serikat telah mempercepat pasokan senjata kepada pasukan koalisi Arab Saudi.

Berbicara di Riyadh kemarin, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Anthony Blinken menyatakan, "Kami telah mempercepat pasokan senjata. Kami juga meningkatkan pertukaran informasi intelijen dan membangun koordinasi bersama serta perencanaan di pusat operasi Arab Saudi."

Di Aden sendiri, hari ini (8/4/2015), pertempuran kembali meletus saat pasukan pemberontak Houthi kembali menyerang kota itu.

Mereka berniat merebut Aden dari penguasaan Pemerintah Yaman dan milisi pro-Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi.

Kekuatan Siapa di Balik ISIS?

Dalam foto yang diunggah sayap media ISIS ke internet ini terlihat kerumunan warga Aleppo tengah menyaksikan film-film eksekusi sejumlah sandera termasuk pilot Jordania Muath al-Kassasbeh.
Kompas - Saat Abu Hamza, mantan pemberontak Suriah, setuju bergabung dengan Negara Islam atau ISIS, ia berasumsi dirinya bakal menjadi bagian dari utopia Islam yang dijanjikan kelompok itu. Utopia tersebut telah memikat para petempur asing dari seluruh dunia untuk bergabung dengan ISIS.

Namun, apa yang terjadi, ia justru menemukan dirinya diawasi seorang amir Irak dan menerima sejumlah perintah dari beberapa orang Irak yang tidak jelas identitasnya. Orang-orang itu masuk dan keluar dari medan perang di Suriah. Ketika tidak sepakat dengan sesama para komandan dalam sebuah pertemuan ISIS tahun lalu, dia langsung ditahan atas perintah seorang pria Irak bertopeng yang hanya duduk diam selama pertemuan itu. Pria bertopeng tersebut hanya mendengar dan membuat catatan.



Abu Hamza, yang saat itu menjadi penguasa ISIS di sebuah komunitas kecil di Suriah, tidak pernah mengetahui identitas sesungguhnya dari orang-orang Irak itu, yang terselubung dengan nama sandi atau karena memang namanya tidak diungkapkan. Namun, semua laki-laki itu merupakan mantan perwira Irak yang pernah bertugas di masa Saddam Hussein, termasuk pria bertopeng itu. Ia pernah bekerja untuk agen intelijen Irak dan kini bekerja untuk badan keamanan bayangan ISIS, kata Hamza, seperti dilaporkan Washington Post, Sabtu (4/4/2015) lalu.

Laporan Hamza, dan orang-orang lain yang tinggal bersama atau berperang melawan ISIS selama dua tahun terakhir, menegaskan peran luas yang dimainkan para mantan anggota tentara Baath Irak dalam sebuah organisasi yang secara tipikal lebih dikaitkan dengan para militan asing flamboyan dan berbagai video mengerikan yang mereka bintangi.

Menurut sejumlah warga Irak, Suriah, dan para analis yang mempelajari ISIS, walau ada ribuan petempur asing yang bergabung, tetap saja hampir semua pemimpin ISIS merupakan mantan perwira Irak, termasuk para anggota komite militer dan keamanannya yang identitasnya tidak jelas tadi, serta sebagian besar para amir dan pangeran.

Washington Post melaporkan, para mantan perwira itu membawa keahlian militer dan sejumlah agenda dari mantan orang-orang Partai Baath ke ISIS. Mereka juga membawa jaringan penyelundupan yang dulu dikembangkan untuk menghindari sanksi pada tahun 1990-an dan yang kini memfasilitasi perdagangan minyak ilegal ISIS.

Di Suriah, para "amir" lokal biasanya dibayangi seorang wakil yang merupakan orang Irak dan membuat keputusan, kata Abu Hamza, yang telah melarikan diri ke Turki pada musim panas lalu setelah kecewa dengan ISIS. Dia menggunakan nama samaran demi keselamatannya.

"Semua pembuat keputusan orang Irak dan sebagian besar dari mereka merupakan mantan perwira Irak. Para perwira Irak menjadi pemimpin dan mereka yang membuat taktik dan rencana pertempuran," katanya seperti dikutip Post. "Namun, orang-orang Irak sendiri tidak bertempur. Mereka menempatkan para petempur asing di garis depan."

Profil umum para jihadis asing sering kali kurang paham dengan akar ISIS dalam sejarah berdarah Irak saat ini.

Hassan Hassan, seorang analis yang berbasis di Dubai dan salah seorang penulis buku berjudul ISIS: Inside the Army of Terror, mengatakan, kekejaman keji rezim Baath Saddam Hussein, pembubaran tentara Irak setelah invasi pimpinan AS tahun 2003, pemberontakan yang terjadi setelah itu, dan marginalisasi kaum Sunni Irak oleh pemerintah yang didominasi Syiah, semuanya saling terkait dengan munculnya ISIS.

"Banyak orang berpikir Negara Islam itu sebagai kelompok teroris dan itu tidak efektif," kata Hassan. "(ISIS) itu memang sebuah kelompok teroris, tetapi kelompok itu lebih dari itu. Kelompok (itu) merupakan pemberontakan yang tumbuh di Irak dan kelompok itu terkait dengan Irak."

Undang-undang penyingkiran orang-orang Baath (de-Baathification) yang diumumkan L Paul Bremer, penguasa Amerika di Irak tahun 2003, sudah lama diidentifikasi sebagai salah satu pemicu munculnya pemberontakan. Dalam sebuah keputusan, sebanyak 400.000 anggota tentara Irak yang telah dikalahkan kemudian dipecat. Tunjangan pensiunnya tidak dibayarkan. Namun, mereka tetap diizinkan untuk memiliki senjata.

Militer AS pada tahun-tahun awal gagal untuk menyadari para perwira Baath yang dibubarkan akhirnya berperan di sejumlah kelompok ekstremis, melebihi para petempur asing yang sering disalahkan sejumlah pejabat Amerika, kata Kolonel Joel Rayburn, dosen senior di National Defense University, yang menjabat sebagai penasihat sejumlah jenderal penting AS di Irak. Rayburn menggambarkan hubungan antara Baath dan ISIS dalam bukunya yang berjudul Iraq After America.

Menurut Rayburn, militer AS selalu tahu bahwa para mantan perwira Baath bergabung dengan kelompok-kelompok pemberontak dan memberikan dukungan taktis bagi cabang Al Qaeda di di Irak, yang menjadi cikal bakal ISIS. Namun, para pejabat Amerika itu tidak mengantisipasi bahwa para mantan perwira tersebut tidak hanya akan menjadi pembantu Al Qaeda. Mereka justru menjadi bagian inti dari kelompok jihad itu.

"Kami mungkin telah mampu menemukan cara-cara untuk mencegah fusi, penyelesaian proses Irakisasi (Iraqization)," kata Rayburn kepada Washington Post. Para mantan perwira itu mungkin tidak dapat dipersatukan lagi, "tetapi pelabelan mereka sebagai tidak relevan merupakan kesalahan."

Di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, yang menyatakan diri sebagai khalifah ISIS, para mantan perwira itu menjadi lebih dari sekadar relevan. Mereka berperan dalam kelahiran kembali kelompok itu dari kekalahan yang dialami para pemberontak dari militer AS.

 


Reuters Presiden Irak Saddam Hussein, tengah, memimpin rapat gabungan Dewan Komando Revolusi dan komando regional Partai Baath yang berkuasa pada 31 Oktober 1998.


Berciri sama

Sekilas, dogma sekuler Partai Baath Saddam Hussein yang bersifat tirani tampaknya bertentangan dengan interpretasi keras ISIS terhadap hukum Islam yang hendak ditegakkan kelompok itu.

Namun, dua kredo tersebut telah tumpang tindih secara luas dalam beberapa hal, terutama keyakinan mereka pada ketakutan demi mengamankan kepatuhan rakyat yang berada di bawah kekuasaan kelompok itu. Dua dekade lalu, rincian dan bentuk kekejaman dari penyiksaan yang dilakukan Saddam Hussein mendominasi wacana tentang Irak.

Washington Post melaporkan, seperti ISIS, Partai Baath Saddam Hussein juga menganggap dirinya sebagai gerakan transnasional, membentuk cabang-cabang di sejumlah negara di Timur Tengah, dan menjalankan kamp pelatihan bagi relawan asing dari seluruh dunia Arab.

Pada saat pasukan AS menginvansi Irak tahun 2003, Saddam sudah mulai condong ke pendekatan yang lebih religius dalam pemerintahannya. Ia membuat transisi dari ideologi Baath ke ideologi Islam yang agak mustahil bagi beberapa perwira Irak yang kehilangan haknya, kata Ahmed S Hashim, profesor yang sedang meneliti hubungan-hubungan itu di Nanyang Technological University di Singapura.

Dengan peluncuran Kampanye Iman sang diktator itu tahun 1994, ajaran Islam yang keras telah diperkenalkan. Kata-kata "Allahu Akbar" tertulis di bendera Irak. Hukuman amputasi ditetapkan dalam kasus pencurian. Sejumlah mantan perwira Baath mengingat teman-teman yang tiba-tiba berhenti minum, mulai berdoa dan menganut bentuk yang sangat konservatif dari ajaran Islam yang dikenal sebagai Salafisme pada tahun-tahun sebelum invasi AS.

Dalam dua tahun terakhir pemerintahan Saddam Hussein, aksi pemenggalan, terutama menyasar para perempuan terduga pekerja seks komersial dan dilaksanakan oleh satuan elite Fedayeen, menewaskan lebih dari 200 orang, lapor kelompok-kelompok hak asasi manusia ketika itu.

Kebrutalan yang dilakukan ISIS sekarang mengingatkan orang pada pertumpahan darah yang dulu dilakukan Fedayeen, kata Hassan. Sejumlah video propaganda dari era Saddam mencakup sejumlah adegan yang menyerupai yang sekarang disiarkan ISIS, memperlihatkan pelatihan ala Fedayeen, berbaris dalam topeng hitam, berlatih seni pemenggalan dan dalam satu contoh memakan anjing yang masih hidup.

Beberapa orang Baath menjadi rekrutan awal kelompok afiliasi Al Qaeda yang didirikan Abu Musab al-Zarqawi, pejuang Palestina-Jordania, yang dianggap sebagai perintis dari ISIS saat ini, kata Hisham al Hashemi, analis tentang Irak yang memberikan nasihat bagi Pemerintah Irak dan punya kerabat yang bertugas di militer Irak pada masa Saddam. Sejumlah orang Irak lainnya menjadi radikal di Camp Bucca, penjara Amerika di Irak selatan dengan ribuan warga biasa ditahan dan bercampur baur dengan para militan.

Zarqawi menjaga jarak dengan para mantan anggota Baath karena ia tidak memercayai pandangan sekuler mereka. Demikian kata Hasyim.

Menurut sejumlah analis dan mantan perwira, baru di bawah pengawasan pemimpin ISIS saat ini, yaitu Abu Bakr al-Baghdadi, perekrutan para mantan perwira Baath menjadi strategi yang disengaja. Baghdadi awalnya ditugaskan untuk membangun kembali organisasi pemberontak yang sangat lemah itu setelah 2010. Ia lalu memulai kampanye agresif untuk merayu para mantan perwira, menarik para laki-laki yang masih menganggur, atau telah bergabung dengan kelompok-kelompok ekstremis lainnya.

Beberapa dari orang-orang itu telah berperang melawan Al Qaeda setelah berubah haluan dan menyesuaikan diri dengan gerakan Kebangkitan yang didukung Amerika tahun 2007. Ketika tentara AS menarik diri dan Pemerintah Irak meninggalkan para pejuang Kebangkitan, ISIS merupakan satu-satunya pilihan yang masih ada bagi mereka yang merasa dikhianati dan ingin mengubah haluan lagi, kata Brian Fishman, yang meneliti kelompok di Irak untuk West Point’s Combating Terrorism Center dan kini bekerja untuk New America Foundation.

Washinton Post melaporkan, upaya Baghdadi itu tidak terlepas dari babak baru penyingkiran orang-orang Baath (de-Baathification) oleh Perdana Menteri Nouri al-Maliki yang diluncurkan setelah pasukan AS hengkang tahun 2011. Maliki memecat para perwira, bahkan yang telah direhabilitasi oleh militer AS.

Di antara mereka adalah Brigjen Hassan Dulaimi, mantan perwira intelijen di militer lama Irak yang direkrut kembali ke dalam tugas oleh tentara AS tahun 2006, sebagai komandan polisi di Ramadi, ibu kota Provinsi Anbar yang sudah lama bergolak. Beberapa bulan setelah kepergian tentara Amerika, dia diberhentikan. Dulaimi kehilangan gaji dan pensiunnya. Bersama dia ada 124 perwira lain yang telah bertugas bersama Amerika.

"Krisis ISIS tidak terjadi secara kebetulan," kata Dulaimi dalam sebuah wawancara dengan Washington Post di Baghdad. "Itu merupakan hasil dari akumulasi masalah yang diciptakan Amerika dan Pemerintah (Irak)."

Ia mencontohkan kasus seorang teman dekat, seorang mantan perwira intelijen di Baghdad yang dipecat tahun 2003 dan berjuang selama bertahun-tahun untuk mencari nafkah. Si teman kini menjabat sebagai wali atau pemimpin ISIS di kota Hit di Anbar, kata Dulaimi. "Terakhir kali saya melihatnya tahun 2009. Dia mengeluh bahwa dirinya sangat miskin. Dia teman lama, jadi saya memberinya uang," kenangnya. "Dia bisa berubah. Jika seseorang memberinya pekerjaan dan gaji, ia tidak akan bergabung dengan ISIS. Ada ratusan, ribuan orang seperti dia," tambahnya. "Orang-orang yang menjadi pemimpin dalam operasi militer ISIS merupakan para perwira terbaik dari bekas tentara Irak, dan itulah sebabnya ISIS mengalahkan kami dalam hal intelijen dan di medan perang."

Pencaplokan wilayah oleh ISIS juga jadi mulus akibat penganiayaan luas pemerintahan Maliki terhadap kaum minoritas Sunni, yang meningkat setelah pasukan AS menarik diri dan membuat banyak warga sunni biasa bersedia untuk menyambut para ekstremis sebagai alternatif bagi pasukan keamanan Irak yang sering kali brutal.

Namun, masuknya para perwira Baath ke dalam jajaran ISIS-lah yang mendorong kemenangan militer, kata Hashem. Tahun 2013, Baghdadi telah dikelilingi para mantan perwira, yang mengawasi ekspansi ISIS di Suriah dan mendorong serangan di Irak.

Beberapa pembantu terdekat Baghdadi, termasuk Abu Muslim al-Turkmani, wakilnya di Irak, dan Abu Ayman al-Irak, salah satu komandan militer pentingnya di Suriah, keduanya mantan perwira Irak, telah dilaporkan tewas. Namun, Dulaimi menduga bahwa banyak orang memalsukan kematian mereka dalam rangka menghindari pendeteksian. Hal itu membuat kepemimpinan ISIS saat ini sulit untuk diamati.

Namun, setiap kekosongan kepemimpinan akan diisi oleh para mantan perwira sehingga akan mempertahankan pengaruh Irak di jantung kelompok itu, bahkan saat jajarannya membengkak dengan datangnya orang-orang asing, kata Hassan.

Khawatir akan diinfiltrasi dan dimata-matai, kepemimpinan ISIS menyekat dirinya dari para pejuang asing dan para pejuang biasa Suriah dan Irak melalui jaringan rumit para perantara yang sering diambil dari badan-badan intelijen Irak yang lama, kata Hassan. "Mereka memperkenalkan mind-set kerahasiaan serta keterampilan Baath," kata dia.

Pria bertopeng yang memerintahkan penahanan Abu Hamza merupakan salah satu anggota kelompok petugas keamanan yang beredar dalam wilayah ISIS. Tugas aggota kelompok itu adalah memantau para anggota lain terkait adanya tanda-tanda perbedaan pendapat, kata orang Suriah itu. "Mereka merupakan mata dan telinga keamanan Daesh, dan mereka sangat berkuasa," katanya, dengan menggunakan singkatan bahasa Arab dari ISIS.

Abu Hamza dibebaskan dari penjara setelah setuju untuk sependapat dengan para komandan lain, katanya. Namun, pengalaman tersebut berkontribusi terhadap kekecewaannya pada kelompok itu. Dia mengatakan, para petempur asing yang bertugas bersamanya merupakan "orang-orang Muslim yang baik". Namun, dia kurang yakin dengan para pemimpin Irak itu. "Mereka berdoa dan mereka berpuasa dan Anda tidak bisa menjadi amir tanpa berdoa, tetapi di dalam saya tidak berpikir mereka begitu percaya hal itu," katanya. "Orang-orang Baath sedang menggunakan Daesh. Mereka tidak peduli dengan Baathisme atau bahkan Saddam. Mereka hanya ingin kekuasaan. Mereka dulu berkuasa dan mereka ingin berkuasa kembali."


 

Mirror Pimpinan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.


Ingin menguasai Irak

Apakah para mantan anggota Baath mematuhi ideologi ISIS? Hal itu merupakan perdebatan. Hashim mencurigai banyak dari mereka tidak mematuhi ideologi itu.

"Orang masih bisa berpendapat bahwa itu adalah aliansi taktis," katanya. "Banyak anggota Baath tidak suka ISIS menguasai Irak. Mereka yang ingin menguasai Irak. Banyak dari mereka melihat kaum jihad dengan pola pikir Leninis bahwa orang-orang ISIS merupakan orang-orang idiot yang berguna yang dapat kita gunakan untuk meraih kekuasaan."

Rayburn bertanya apakah sejumlah relawan asing menyadari sejauh mana mereka sedang ditarik ke rawa-rawa Irak. Sejumlah pertempuran sengit yang dikobarkan saat ini di Irak adalah untuk mengendalikan masyarakat dan kawasan yang telah diperebutkan di antara orang-orang Irak selama bertahun-tahun, sebelum kaum ekstremis itu muncul.

"Anda punya para petempur yang berasal dari seluruh dunia untuk berperang dalam pertarungan politik lokal yang jihad global tidak mungkin punya kepentingan."

Para mantan perwira Baath yang bertugas bersama sejumlah orang yang saat ini berjuang dengan ISIS justru yakin yang terjadi adalah sebaliknya. Bukan para anggota Baath yang sedang menggunakan para jihadis agar bisa kembali berkuasa. Para jihadis itulah yang telah mengeksploitasi keputusasaan para perwira yang dibubarkan itu. Demikian menurut mantan seorang jenderal yang dulu memimpin pasukan Irak dalam invasi Irak ke Kuwait tahun 1990 dan saat melawan invasi AS ke Irak tahun 2003. Dia berbicara tanpa mau diungkap jati dirinya karena ia takut untuk keselamatannya. Ia sekarang tinggal di Irbil, ibu kota wilayah Kurdistan di Irak utara.

Mantan jenderal itu mengatakan, para mantan perwira Baath itu bisa dibuat untuk menjauh dari ISIS jika mereka ditawari alternatif dan harapan akan masa depan. "Orang Amerika memikul tanggung jawab terbesar. Ketika mereka membubarkan tentara, apa yang mereka harapkan orang-orang itu bisa lakukan?" tanyanya. "Mereka diabaikan tanpa sesuatu yang harus dilakukan dan hanya ada satu jalan keluar bagi mereka agar meja makannya tetap ada isinya."


 

AHMAD AL-RUBAYE / AFP Sejumlah personel militer Irak dan milisi Syiah berfoto bersama usai merebut kota Al-Alam yang terletak di sebelah utara kota Tikrit dari tangan ISIS.


Ketika para perwira AS membubarkan para tentara Baath, "mereka tidak men-de-Baathify pikiran orang, mereka hanya menghilangkan pekerjaan mereka," katanya.

Menurut Hassan, ada mantan anggota Partai Baath yang telah bergabung kelompok-kelompok pemberontak lain yang mungkin dapat dibujuk untuk beralih haluan. Ia memberikan contoh tentang Army of the Men of the Naqshbandi Order, yang biasanya disebut dengan singkatannya dalam bahasa Arab, yaitu JRTN. Mereka menyambut ISIS dalam serbuan ke Irak utara pada musim panas lalu, tetapi kelompok tersebut sejak itu telah bubar.

Namun, sebagian besar anggota Partai Baath yang benar-benar bergabung dengan ISIS kini cenderung menjadi radikal, baik di penjara maupun di medan perang, kata Hassan.

Brookings Institute: Perang Yaman Merembet ke Timur Saudi

Irib - Sebuah lembaga riset Amerika Serikat memperingatkan merembetnya perang Yaman ke wilayah-wilayah Timur Arab Saudi.


Fars News (8/4) melaporkan, dalam sebuah artikel yang dimuat lembaga riset Brookings berjudul “Dampak yang tak diinginkan Saudi, Perang di Yaman sedang meluas” disebutkan bahwa perang Yaman merembet ke Provinsi Al Sharqiyah, Saudi dan di akhir pekan lalu pertempuran bersenjata antara polisi Saudi dengan warga Muslim Syiah terjadi di kota Al Awamiyah di dekat Qatif.

Terkait dampak serangan Saudi ke Yaman, Brookings menulis, “Sekitar 10-15 persen rakyat Saudi adalah Muslim Syiah yang sebagian besarnya tinggal di wilayah-wilayah kaya minyak, Provinsi Al Sharqiyah di dekat Teluk Persia. Petinggi Saudi dapat mengontrol kekerasan potensial di wilayah-wilayah ini, namun upaya mengatasi dan mengendalikan kemarahan warga Muslim Syiah membutuhkan waktu bertahun-tahun.”

Instabilitas di Yaman, tulisnya, dapat menyebar luas ke dalam wilayah Saudi lewat jembatan yang digunakan Riyadh dalam menciptakan krisis.
Invasi militer Saudi ke Yaman sampai hari ini telah menewaskan dan melukai ratusan orang.

Al-Abadi: Pertempuran Mendatang Melawan ISIS Adalah di Anbar

Irib - Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi menyatakan "pertempuran berikutnya" adalah merebut kembali provinsi barat Anbar dari kelompok teroris ISIS.

"Perjuangan dan pertempuran kami berikutnya akan berada di sini di tanah Anbar untuk benar-benar membebaskannya," kata Abadi, Rabu (8/4) dari sebuah pangkalan di provinsi di barat Baghdad.


Al-Abadi mengemukakannya saat mengunjungi unit militer Irak dan pasukan relawan di provinsi tersebut.
Pernyataan al-Abadi ini dinilai yang paling langsung terkait target Baghdad berikutnya dalam memerangi teroris ISIS.

Itu dikemukakan di saat sejumlah pejabat Irak tetap berselisih soal target selanjutnya memerangi ISIS setelah kemenangan terbaru atas kelompok teroris di kota Tikrit, Irak utara.

Sementara itu, sumber-sumber keamanan Irak mengatakan pasukan militer bersama dengan pasukan relawan Syiah dan Sunni melancarkan operasi di Ramadi, ibukota provinsi Anbar.

Komandan militer Irak mengatakan mereka berhasil memaksa para teroris keluar dari daerah Sijariya, sebelah timur Ramadi.

Iran Tidak Ijinkan Inspeksi Situs Militernya

Irib - Menteri Pertahanan Iran menolak sejumlah laporan palsu media yang mengklaim bahwa inspektur internasional akan diijinkan mengakses situs militer Iran berdasarkan pada kesepahaman yang tercapai baru-baru ini antara Tehran dan enam kekuatan dunia soal program nuklir Republik Islam.


Brigadir Jenderal Hossein Dehqan, Rabu (8/4) membantah laporan media Barat bahwa di bawah ketentuan peningkatan inspeksi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran akan mengijinkan para inspektor IAEA memeriksa situs militer di seluruh negeri.

"Tidak tercapai kesepakatan tersebut dan pada dasarnya, meninjau pusat-pusat militer termasuk di antara garis merah dan tidak ada ada peninjauan ke pusat-pusat [militer] yang akan diijinkan," kata Dehqan, menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Iran.

Iran dan Kelompok 5+1 - Rusia, Cina, Perancis, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman - bersama dengan para pejabat dari Uni Eropa mencapai kesepahaman terkait program nuklir Tehran setelah perundingan maraton selama delapan hari di Swiss, Kamis pekan lalu.

Dua Polisi Saudi Diberondong Tembakan di Riyadh


Irib - Dua polisi Saudi tewas dalam insiden penembakan di ibukota Saudi Riyadh.
Menurut keterangan seorang polisi Saudi, yang berbicara secara anonim, dua polisi itu tewas setelah unit patroli mereka diberondong tembakan sekelompok orang tak dikenal pada Rabu pagi (8/4).


Dua polisi itu bernama Thamer Amran al-Mutairi dan Abdulmohsen Khalaf al-Mutairi.
Insiden terjadi di distrik timur ibukota.
Dalam insiden serupa pada akhir bulan Maret, dua petugas polisi Saudi terluka di Riyadh.

Serangan itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Nayef bin Abdulaziz al-Saud pada 26 Maret memerintahkan penguatan langkah-langkah keamanan di sepanjang perbatasan Saudi dan di seluruh wilayah kerajaan itu, termasuk di fasilitas minyak, khususnya setelah Riyadh melanjutkan agresi ke Yaman.