Monday, September 30, 2013

ROUHANI DAN HUDAIBIYAH

Tidak mudah memang memilih jalan "tidak populer", meski hal itu mengandung hikmah yang luar biasa besar. Lihat saja bagaimana Nabi Muhammad dicerca oleh sahabat Umar bin Khattab setelah menandatangani Perjanjian Hudaibiyah dengan orang-orang musrik Quraisy Mekkah. Umar dan teman-temannya yang lain menganggap Nabi telah mengkhianati perjuangan dengan membiarkan orang-orang Quraisy "menghinakan" umat Islam dengan menandatangani perjanjian tersebut.

Secara lahiriah perjanjian itu memang merugikan kaum muslimin. Di dalamnya disebutkan larangan umat Islam untuk menunaikan ibadah umroh ke Mekkah tahun itu serta perintah untuk mengembalikan orang-orang Mekkah yang membelot ke Madinah, sementara untuk orang-orang Islam yang membelot ke Mekkah tidak dikembalikan.

Namun di sinilah perbedaan Nabi Muhammad dengan Umar bin Khattab dalam hal kecerdasan. Nabi mampu "melihat jauh ke depan" dibandingkan Umar yang hanya mampu melihat teks di atas kertas. Orang-orang Mekkah yang membelot dan dikembalikan Nabi, ternyata menolak kembali ke kotanya dan memilih tinggal di luar kota. Kekecewaannya kepada orang-orang Mekkah membuat mereka memilih menjadi penyamun yang mengganggu khalifah-khalifah dagang Mekkah. Akhirnya orang-orang Mekkah meminta Nabi Muhammad untuk membatalkan perjanjian tersebut. Para pembelot itu pun tinggal kembali di Mekkah dan berubah menjadi para da'i yang mengajarkan Islam kepada penduduk kota dan dalam waktu singkat, sebagian penduduk Mekkah pun berpindah keyakinan menjadi pemeluk Islam.

Demikian pula dengan apa yang dialami Presiden Iran Hassan Rouhani seusai mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Amerika Barack Obama, hari Jumat lalu (26/9). Setelah kembali ke negerinya Rouhani mengalami peristiwa yang mengejutkannya. Sekelompok warga Iran yang tidak menyukai tindakan Rouhani dengan Barack Obama itu telah melemparinya dengan sepatu. 

Sebagian kaum fanatik Iran menganggap Rouhani telah berkhianat terhadap bangsa Iran dan itulah salah satu masalah yang harus dihadapi Rouhani sebagaimana Nabi Muhammad dulu menghadapi Umar dan teman-temannya.

Lalu apa makna dari peristiwa tersebut sehingga orang-orang fanatik Iran begitu marah kepada Rouhani seperti marahnya Umar bin Khattab kepada Nabi hingga terucap kata-kata yang mempertanyakan kenabian Rosulullah?

Para pengamat politik internasional sebagaimana juga semua orang yang berakal sehat akan menganggap pembicaraan telepon antara Obama dengan Rouhani merupakan salah satu "tonggak bersejarah" di era modern. Selama berpuluh tahun pertikaian antara Amerika dan Iran telah menjadi perhatian utama masyarakat dunia dan dunia bisa mengukur bagaimana konflik ini akan berakhir jika tidak dihentikan dengan perundingan damai antara kedua negara, yaitu kehancuran total kawasan Timur Tengah.

Memang hanya baru berbentuk pembicaraan langsung via telepon selama 15 menit, namun tanpa itu dunia tidak melihat harapan lain melainkan perang besar-besaran yang merugikan seluruh umat manusia. Dengan pembicaraan telepon itu dunia kini memiliki harapan cerah tentang perdamaian di Timur Tengah.

Namun orang-orang fanatik yang berfikiran dangkal hanya bisa melihat perdamaian melalui penghancuran terhadap lawan. Prospek perdamaian yang ditunjukkan Obama dengan Rouhani justru dianggap mereka sebagai "langkah mundur". Dan orang seperti itulah yang telah melempari Rouhani dengan sepatu sebagaimana dahulu Umar memarahi Nabi Muhammad.


BAGAIMANA PEMBICARAAN ITU TERJADI?

Sejak putusnya hubungan antara Amerika dengan Iran paska Revolusi Iran tahun 1979, Amerika dan Iran saling menganggap masing-masing sebagai musuh besar yang harus dienyahkan. Maka selama 34 tahun tidak pernah terjadi pembicaraan antara pemimpin kedua negara. Sebaliknya saling kecam dan ancam adalah kebiasaan mereka. Maka ketika muncul kabar terjadinya komunikasi telepon antara Presiden Amerika dan Iran, saya (blogger) dan pastinya semua pengamat internasional sangat terkejut. Selanjutnya muncullah keingin-tahuan tentang bagaimana peristiwa yang monumental itu bisa terjadi.

Obama, harus diakui, adalah fihak yang memulai itikad baik penghentian konflik Iran-Amerika dengan pernyataannya beberapa tahun lalu tentang kesediaan membuka pembicaraan langsung dengan Iran, meski masih disertai ancaman serangan militer.

Dan terjadilah even Sidang Umum PBB di New York dimana para pemimpin dunia berkumpul. Obama pun menyampaikan pesan kepada delegasi Iran untuk mengajak pertemuan dengan Presiden Iran. Namun Rouhani menganggap pertemuan langsung masih terlalu sensitif, tidak saja bagi publik dan kelompok-kelompok garis keras Amerika, maupun rakyat Iran sendiri. Maka pada Hari Jumat (27/9) Rouhani mengusulkan pembicaraan telefon dengan Obama sebelum meninggalkan Amerika, yang disetujui Obama. Pembicaraan keduanya pun berlangsung antara pukul 14.30 hingga 14.45 waktu New York.

Beberapa sumber yang dekat dengan Rouhani menginformasikan bahwa pihak Amerika mulai menginformasikan keinginan pertemuan Obama dengan Rouhani setelah berlangsungnya pertemuan antara Menlu Amerika John Kerry dengan Menlu Iran Mohammad Javad Zarif pada hari Kamis (26/9).

Berbicara kepada wartawan seusai pembicaraan kedua pemimpin negara, Barack Obama mengatakan bahwa mereka berdua telah sepakat untuk mempersiapkan dengan segera pembicaraan lanjutan untuk menemukan kesepakatan tentang program nuklir Iran yang menjadi alasan pengisolasian Iran oleh negara-negara barat.

“Meski saya percaya akan ada banyak hambatan penting untuk bergerak maju dan mencapai keberhasilan, saya percaya kita bisa meraih solusi komprehensif," kata Obama di Gedung Putih usai perbicaraan telepon.

Sementara Rouhani dalam akun Twitter-nya menyebutkan bahwa dalam pembicaraan tersebut ia menyapa Obama dengan bahasa Inggris “Have a Nice Day!” dan Obama pun meresponnya dengan bahasa Parsi “Thank you. Khodahafez (goodbye).”

Rouhani menyebutkan antara keduanya telah "mengekspresikan saling kemauan politik untuk memecahkan isu nuklir dengan segera." Dampak positif pembicaraan tersebut langsung terasa pada tingkat harga minyak dunia yang turun pada hari itu (Jumat 27/9).

"Pembicaraan telepon itu adalah tonggak sejarah yang sangat penting," kata Yasmin Alem, analis politik senior dari Atlantic Council’s South Asia Center, menanggapi peristiwa itu. Sebaliknya sebuah situs milik kaum fundamentalis Iran menganggap hal itu sebagai "aneh dan tidak berguna."


REF:
"Obama, Iran’s Rouhani hold historic phone call"; Jeff Mason & Louis Charbonneau; Reuters; 28 September 2013

No comments:

Post a Comment