Sunday, November 18, 2012

RUNTUHNYA CITRA DIRI SI "RAJA KASPO"

Dunia maya Indonesia pernah dimeriahkan dengan "perseteruan" antara pemilik akun Twitter Trio Macan 2000 dengan Menneg BUMN Dahlan Iskan di Tweetland yang berujung pada berhentinya Dahlan Iskan dari aktifitasnya nge-Tweet karena tidak bisa memberikan penjelasan atas apa-apa saja yang dipertanyakan Trio Macan 2000. Di dunia maya Trio Macan selanjutnya menjuluki Dahlan Iskan sebagai "raja kaspo", alias tukang tipu, karena banyak mengumbar janji yang tidak pernah ditepati.

Di luar belasan janji palsu Pak Dahlan sebagaimana dipaparkan Trio Macan 2000, saya ingat dengan satu janji Dahlan Iskan kepada tokoh seniman Pak Raden saat yang bersangkutan terkena masalah dengan hak cipta tokoh "Si Unyil" dan saat itu tengah menjadi perhatian besar masyarakat Indonesia. Kepada media massa yang selanjutnya disiarkan ke seluruh Indonesia Pak Dahlan menjanjikan akan menyisihkan sebagian penghasilannya setiap bulan sebesar Rp 10 juta untuk diberikan kepada Pak Raden.

Tidak lama setelah itu saya mendengar berita yang mengejutkan saya terkait dengan janji Pak Dahlan tersebut di atas. Ternyata yang terjadi adalah PPFN (Perusahaan Pembuat Film Negara) yang merupakan "binaan" Dahlan Iskan dan yang terlibat dalam sengketa hak cipta dengan Pak Raden, mendapat perintah dari Dahlan untuk memberikan tunjangan sebesar Rp 10 juta. Pak Raden yang mengira uang yang akan diserahkan berasal dari kantong pribadi Pak Dahlan tentu saja menolak setelah mengetahui ternyata uang itu berasal dari PPFN. Apalagi setelah PPFN mengaku kepada Pak Raden bahwa mereka menyerahkan uang karena mendapat perintah dari Pak Dahlan.

Ternyata Pak Dahlan telah membohongi Pak Raden. Tidak hanya itu, ia juga membohongi seluruh rakyat Indonesia yang menyaksikan sendiri janji yang diikrarkan Pak Dahlan. Maka saya tidak keberatan sedikit pun untuk meng-amini Trio Macan dengan menyebut Dahlan Iskan sebagai "raja kaspo".

Saya juga ingat dengan janji listrik gratis yang diwacanakan Pak Dahlan tidak lama setelah ia dilantik sebagai menteri. Jangankan gratis, tarif listrik justru semakin membumbung tinggi di bawah kepemimpinan Dahlan.

Namun rekayasa pencitraan yang dilakukan Dahlan Iskan dan pendukung-pendukungnya rupanya masih mampu menyihir jutaan rakyat Indonesia yang cukup idiot untuk ditipu. Dahlan masih mendapat banyak dukungan di kalangan masyarakat. Hingga akhirnya citra Dahlan Iskan runtuh seketika saat harus memberikan penjelasan tentang skandal inefisiensi (kalau tidak dikatakan mega-korupsi) besar-besaran senilai Rp 100 triliun di hadapan Panja Hulu Listrik DPR-RI hari Selasa (12/11) lalu.

Alih-alih menjelaskan inefisiensi Rp 100 triliun sebagaimana diakuinya sendiri kepada media massa beberapa waktu sebelumnya, Dahlan Iskan tampak seperti badut yang tidak lucu. Gaya "cengengas-cengeges"-nya dan garuk-garuk kepala sembari merebahkan badannya di meja saat memberikan penjelasan, menunjukkan ada masalah psikologis yang sangat serius dalam diri Dahlan Iskan. Tidak heran jika beberapa anggota Dewan memperlakukan Dahlan seperti anak kecil. Seorang anggota dewan perempuan yang layak menjadi anak Dahlan, menegur Dahlan seperti guru menegur muridnya.

Suatu saat Dahlan mencoba menegakkan wibawanya dengan berpura-pura marah setelah dituduh melakukan KKN dengan melibatkan keluarganya dalam bisnis PLN. Saat anggota Komisi VII, Alimin Abdullah mempertanyakan kepemilikan PLTU milik Perusahaan Dahlan Iskan di Kalimantan Timur (Kaltim), Dahlan pun marah-marah.

"Kami punya genset di Kalimantan Timur, begitu? Bapak bisa mempertanggungjawabkan itu?" tantang Dahlan dengan nada suara meninggi dan raut wajah yang tegang menanggapi pernyataan Alimin Abdullah.

Alimin pun tidak mau kalah gertak. Ia mamaparkan bahwa informasi keterlibatan Dahlan dan keluarganya dalam bisnis listrik diperoleh langsung dari pemerintah daerah Kalimantan Timur, termasuk informasi dari gubernurnya langsung.

"Sebenarnya saya tidak mau membuka itu. Tapi kalau bapak minta seperti itu, mari kita buka. Kita tanyakan kepada PLN saat itu, namun PLN menutup diri. Tapi ketika di Pemda, semuanya terbuka tanpa harus kita minta. Dan Gubernur menyatakan iya. Ini kan fakta, ngapain kita tutup-tutupi. Dan saya siap mempertanggung-jawabkannya," tegas Alimin.

Ketika perbedaan pandangan antara Alimin dengan Dahlan tidak juga terpecahkan, Alimin pun menantang balik Dahlan. "Kalau bapak menantang ayo mari. Kita suka juga begitu biar terbuka," kata Alimin.

Akhirnya Ketua Panja, Effendi Simbolon pun menengahi. "Itu jelas saat itu. Dikatakan itu milik pak Dahlan. Dan ketika pak Dahlan menjadi Dirut PLN, PLTU itu kemudian di-upgrade sehingga menjadi untung. Kalau mau detailnya, saya bisa kasih tahu pak," ujar Effendi.

Namun berbeda dengan anggota DPR yang mengetahui detil-detil penyimpangan PLN hingga terjadi inefisiensi, Dahlan justru menghindar untuk menjelaskannya, meski ia pernah menyebutkan nilai inefisiensinya sebesar Rp 100 triliun.

"Saya bukan auditor," kata Dahlan.

Sekali lagi Dahlan menunjukkan ketidakkonsistenan pikiran dengan perkataan yang mengakibatkannya mendapat julukan "raja kaspo".

Terlepas dari itu semua, kebocoran uang negara sebesar Rp 100 triliun merupakan sebuah "skandal super besar". Sekali lagi "skandal super besar" mengingat besarnya nilai kebocoran itu. Saya sudah menghitung bahwa jika seseorang sanggup menabung Rp 100 juta perbulan, maka ia membutuhkan waktu 800 tahun lebih untuk mengumpulkan uang sebesar Rp 1 triliun. Untuk mendapatkan uang sebesar Rp 100 triliun, maka ia harus menabung selama 80.000 tahun.

Kalau pun Pak Dahlan tidak sengaja mengakibatkan kebocoran itu, ia sudah cukup pantas mendapat ganjaran hukuman pidana karena kelalaian. Apalagi jika ia sengaja secara sistematis melakukannya, seperti menjadi supplier pada saat ia menjadi dirut PLN, maka hukumannya sebagaimana fatwa NU baru-baru ini adalah: hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kaki silang menyilang kemudian dibuang ke laut.

Aparat hukum harus menindak lanjuti kasus ini, atau negara ini telah menjadi negara yang gagal total.

No comments:

Post a Comment