Thursday, June 30, 2016

Media Utama Israel Sebut Selama Ini Inggris Pion Israel

Indonesian Free Press -- Media utama Israel Haaretz mengkonfirmasi bahwa selama ini Inggris hanya berperan sebagai boneka Israel dalam persekutuan Uni Eropa.

"Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Israel kehilangan asset utama di Uni Eropa. Selama ini Inggris telah membantu Israel dengan melunakkan sikap Uni Eropa tentang proses perdamaian (Israel-Palestina), mengkonter kritikan hingga mengecam balik langkah negara-negara penentang Israel di PBB. Dengan Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), kini suara-suara pro-Palestina akan semakin dominan," tulis Haaretz, 26 Juni lalu.

Menurut pengamat zionisme dan aktifis pro-Palestina, Gilad Atzmon, di blognya yang terkenal, status Inggris telah turun sedemikian rendah menjadi vassal Israel karena dominasi lobbi yahudi di Inggris.

Menurut Gilad dengan mengutip laporan Haaretz, Perdana Menteri David Cameron bertemu sejumlah pemuka Yahudi beberapa hari sebelum referendum pemisahan Inggris dari Uni Eropa. Dalam pertemuan itu, Cameron dilaporkan mengatakan kepada para pemuka yahudi:

"Apakah Anda sekalian menginginkan Inggris, yang merupakan sahabat terbesar Israel, berada di depan menentang gerakan boikot, divestasi dan sanksi terhadap Israel, ataukh Anda ingin kami berada di luar (Uni Eropa), tidak berdaya untuk memperngaruhi jalannya diskusi-diskusi?”

Meski 52% warga Inggris memilih keluar dari Uni Eropa, mayoritas orang yahudi tampaknya tidak demikian.

"Mungkin Brussels (Uni Eropa) perlu untuk membiasakan diri dengan elemen-elemen di kalangan yahudi Inggris yang ingin memperlemah atau bahkan membubarkan Uni Eropa. Saya rasa rakyat Inggris bisa melihat bahwa politisi-politisi mereka secara berulangkali mengkompromikan kepentingan nasional mereka. Munculnya Boris Jonson, Michael Gov dan Theresa May tidak akan mengubah fakta ini. Press Israel telah mengkonfirmasi bahwa ketiga politisi ini adalah pendukung paling kuat dari zionisme di Inggris maupun luar Inggris," tulis Gilad lagi.(ca)

Tuesday, June 28, 2016

Erdogan Telan Ludah Sendiri, Minta Maaf pada Putin

Indonesian Free Press -- Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan harus menelan ludah sendiri setelah mengirim surat permintaan ma'af kepada Presiden Rusia atas insiden penembakan pesawat tempur Rusia bulan November tahun lalu.

Sebelumnya ia menolak mentah-mentah permintaan ma'af Rusia dan bersikukuh negaranya tidak bersalah atas insiden itu. Seperti dilaporkan Veterans Today, 27 Juni, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menerima surat Erdogan berisi permintaan ma'af dan kesiapan Turki untuk memulihkan hubungan kedua negara.

Kabar tentang surat Erdogan ini sebenarnya telah beredar di publik beberapa hari yang lalu, namun baru sekaranglah pemerintah Rusia mengkonfirmasinya.

"Kepala negara Turki telah menyatakan duka dan simpati kepada keluarga pilot Rusia yang meninggal dan berkata 'sorry'," kata jubir pemerintah Rusia Peskov kepada wartawan kemarin.

Dalam surat itu, demikian Peskov menyebutkan, Erdogan menyebut Rusia sebagai “sahabat dan partner strategis Turki" yang tidak ingin dirusak hubungannya dengan Turki.

"Kami tidak pernah berkeinginan untuk secara sengaja menembak jatuh pesawat Rusia,” tulis Erdogan dalam suratnya itu seperti dimuat di situs pemerintah Rusia.

Peskov mengatakan bahwa sampai saat ini Presiden Putin belum menanggapi surat tersebut.

Terkait dengan surat tersebut otoritas Turki kini juga telah membuka kembali tuntutan terhadap tersangka penembak mati pilot Rusia. Tuntutan tersebut berpusat pada kematian anggota tim penyelamat Rusia yang ditembak saat melakukan misi pencarian terhadap pilot pesawat Rusia yang jatuh.

Informasi tentang hal ini dimuat oleh media terkemuka Turki Hurriyet Daily, mengutip keterangan keterangan kantor Kejagung Turki di Izmir. Sidang dengar pendapat pertama telah digelar hari Senin kemarin dan larangan bepergian telah ditetapkan kepada tersangka, Alparslan Celik sampai waktu yang tidak ditentukan.

Pada bulan Mei lalu penyidik membatalkan dakwaan kepada Celik, anggota milisi bersenjata Turki yang pernah mengklaim sebagai penembak mati pilot pesawat Su-24 Rusia. Celik kemudian menarik pernyataannya itu. Ia pun dibebaskan dari penahanan yang dialaminya sejak bulan Maret. Ia kembali dituntut setelah jaksa mengumumkan adanya bukti baru keterlibatannya.

Pilot Rusia, Letkol Oleg Peshkov, tewas ditembak saat tengah terjung payung setelah pesawatnya ditembak. Rekannya yang menjadi ko-pilot berhasil diselamatkan oleh pasukan khusus Suriah dan Hizbollah.

Terkait dengan konflik Suriah dimana Turki melibatkan diri sejak awal, Turki harus menanam hasilnya yang sangat menyakitkan. Selain hubungan dengan Rusia yang hancur yang berdampak pada hancurnya sektor pariwisata Turki serta beban keuangan karena jutaan pengungsi yang harus ditanggung pemerintah Turki, Turki juga harus menanggung aksi-aksi terorisme yang telah menelan nyawa ratusan warga Turki. Tidak hanya itu, Amerika ternyata juga mengkhianati Turki dengan mendukung milisi Kurdi yang dimusuhi Turki.

Itulah sebabnya sejumlah laporan menyebutkan pemerintah Turki kini berusaha memperbaiki hubungan dengan Suriah dan Rusia.(ca)

Monday, June 27, 2016

SURAT UNTUK KECEBONG

Indonesian Free Press -- Saudara-saudara adalah korban cinta buta kepada Jokowi-JK.

Bahkan setelah kami tunjukkan dengan bukti-bukti tak terbantah bahwa Jokowi telah menipu kita semua soal ayah dan ibunya dalam riwayat hidup dia yang terdaftar di KPU.

Bahwa Jokowi anak PKI yang menghina PKI, karena dia tidak mengakui dirinya anak PKI.

Lalu ada Hendro Priyono, pembela Jokowi yang jelas bertanggungjawab atas kematian Munir dan pembantaian Warsidi di Talangsari, apakah saudara juga mencintai Hendro Priyono selamanya, hanya karena dia mendukung Jokowi ?


Lalu ada Luhut Panjaitan, MITRA BISNIS MEBEL DAN KAYU GELAP JOKOWI, apakah saudara mencintai Luhut Juga, karena Luhut begitu getol membela Jokowi.........?


Padahal Luhut inilah yang mendatangi KOREM SURAKARTA untuk menghapus dokumen orang tua Jokowi terkait PKI ?



Apakah saudara-saudara Kecebong juga akan jatuh cinta mati kepada Luhut yang ternyata punya paman PKI juga ?


Lalu ada si Togog, Nusran Wahid, pembohong yang dicap Gus Dur suka ngibul jadi anaknya Gus Dur itu ?
Apakah saudara-saudara kecebong akan mencintai TOGOG, cecunguk raja-raja sejak jaman Ramayana itu?


Saudara-saudara kecebong yang saya hormati, apa dosa Pak Harto kepada kalian, sehingga kalian rela MENGHUJAT-NYA SEBAGAI DALANG G 30 S /PKI ?


Padahal tidak ada seorangpun yang punya bukti bahwa Pak Harto dalang ?


Apakah kalian sudah membaca buku John Roosa, pembela PKI yang berani memastikan bahwa Pak Harto samasekali bukan dalang G 30 S/ PKI ?


Apakah kalian sudah membaca DOKUMEN SUPARDJO, bukti otentik yang menjelaskan bahwa PAK HARTO adalah musuh PKI nomor satu (bersama Jenderal Nasution) di mata BRIGJEN SUPARDJO.........JENDERAL UTAMA PKI ITU ?


Apakah kalian sudah tahu buku KOMPLOTAN DI JAKARTA KARYA REZNIKOV.....BAHWA BUNG KARNO YANG MENGKHIANATI PAK HARTO........DAN SEBELUMNYA PKI YANG MENGKHIANATI BUNG KARNO ?


Wahai saudara kecebong, mudah-mudahan kalian masih punya umur panjang untuk belajar sejarah dengan benar.......


Termasuk membaca sejarah orang-tua Jokowi yang jelas-jelas PKI........


Wahai saudara kecebong, JOKOWI ITU KUNYUK PENIPU NGGAK TAHU MALU, bagaimana mungkin kalian bisa jatuh cinta kepadanya, kalau KALIAN PUNYA OTAK ?
WASSALAM !


(Bambang Tri)

Brexit dan Oligarkhi Yahudi

Indonesian Free Press -- Hari Kamis (23 Juni 2016) rakyat Inggris memutuskan keluar dari persekutuan Uni Eropa setelah berpuluh tahun menjadi 'tulang punggung' persekutuan yang dibangun untuk membangun kesejahteraan bersama negara-negara Eropa itu.

Penyebab keluarnya Inggris dari persekutuan itu secara sekilas bisa dianalisa. Mayoritas rakyat Inggris telah muak dengan arus imigrasi yang berujung pada matinya industri dan tersingkirnya tenaga kerja lokal oleh para imigran. Dalam perspektif lebih luas rakyat Inggris telah muak dengan proyek multikulturalisme yang dipaksakan 'orang-orang asing' atas mereka sehingga menggerus nilai-nilai kebanggaan Inggris sebagai bangsa yang pernah menjadi penguasa dunia.

Namun, tanpa menyadari bahwa 'pilar-pilar' bangsa Inggris masih dikuasai oleh 'orang-orang asing yang berkuasa di balik layar', euforia semangat kembali ke jati diri bangsa Inggris itu akan sia-sia belaka.

Terkait dengan fenomena Brexit, atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesian Free Press (IFP) tertarik pada dua orang pangamat zionisme dan teori konspirasi yang cukup ternama, yaitu Gilad Atzmon dan Lasha Darkmoon. Atzmon yang juga aktifis pembela hak-hak Palestina di blognya yang terkenal pada 24 Juni menulis artikel berjudul "Brexit and Jewish Oligarchy". Sedangkan DR. Lasha Darkmoon pada hari yang sama menulis "Brexit wins! — Brits say ‘NO!’ to United States of Europe" di sebuah situs independen The Truthseeker.

"Brexit merupakan sebuah 'outlet' bagi rasa frustasi yang sangat bisa dimengerti ini. Namun masalah sebenarnya tidak berasal dari Uni Eropa. Akar masalahnya adalah immigrasi dan multikulturalisme, yaitu sebuah idiologi yang didisain untuk menindas setiap bentuk semangat chauvinisme (nasionalisme) yang secara mendasar merupakan bagian dari semangat idiologi marxisme. Inggris, sebagaimana negara-negara barat lainnya, telah menjadi obyek dari sebuah paradigma brutal yang didisain untuk mematikan para pekerja. Membanjiri Inggris dengan imigran adalah tindakan kesadaran politik yang didorongkan oleh orang-orang yahudi. Ini bisa dijelaskan. Orang-orang yahudi memiliki alasan rasional untuk takut pada kelas pekerja. Secara historis para pekerjalah yang telah bangkit melawan orang-orang yahudi. Memecah belah sebuah masyarakat menjadi bagian-bagian yang terfragmentasi dan terpecah belah adalah suatu kepentingan yahudi yang sangat jelas. Ketika sebuah masyarakat terpecah belah menjadi beberapa 'suku' dan 'identitas', yahudi akan menjadi 'suku' yang dominan," tulis Atzmon.

Meninggalkan Uni Eropa merupakan langkah tepat untuk menghindarkan diri dari bencana multikulturalisme dan imigrasi. Namun menjauhkan diri dari semangat tersebut sepenuhnya, nampaknya masih memerlukan waktu.

Semangat itu telah tertanam kuat di antara elit penguasa Inggris oleh orang-orang yang bukan pejabat Uni Eropa, seperti Milton Friedman, yang mengajarkan filosofi 'pasar bebas' kepada Margaret Thatcher. Demikian juga Goldman Sachs, George Soros dan para kapitalis 'pasar bebas' lainnya, mereka bukan orang-orang Uni Eropa.

"Warga Inggris menolak imigrasi, para bankir, ekonomi global, dan sistem dua partai yang telah memfasilitasi bencana ini berpuluh-puluh tahun. Namun rakyat Inggris gagal untuk menghancurkan akar dari permasalahan ini. Meninggalkan Uni Eropa tidak akan menghancurkan mereka. Bagi para oligarkhi yahudi, Brexit adalah lampu merah. Melepaskan cengkeraman akan menjadi strategi yang paling bagus. Namun apakah mereka akan menuruti nasihat sederhana ini? Saya meragukannya," tulis Atzmon lagi.

"Kebanyakan yahudi Inggris tidak ada urusan dengan hal ini. Liam Fox dan Michael Gove yang menjadi pemimpin gerakan Brexit, terkenal sebagai pelayan lobbi yahudi. Media yahudi tidak mendukung Brexit. Dan, secara krusial, jika orang-orang yahudi Inggris telah mengidentifikasikan gerakan meninggalkan Uni Eropa terkait dengan kekuasaan yahudi, perbankan yahudi, dan yahudi kiri pro-imigrasi, maka kita akan melihat formasi cepat dari kamoanye 'Yahudi untuk Brexit'. Ini adalah apa yang dilakukan orang-orang yahudi saat mereka melihat adanya ancaman terhadap kekuasaan mereka, mereka segera membentuk organisasi-organisasi yang bisa mengontrol oposisi," tambah Atzmon.

Sementara itu, DR. Lasha Darkmoon mengendus kepalsuan gerakan Brexit dengan masih bercokolnya elit-elit yahudi non-Inggris dalam struktur kekuasaan di Inggris, termasuk gubernur bank sentral Bank of England.

“Tunggu dulu, apakah tidak ada cukup warga Inggris untuk memegang jabatan ini? Bagaimana mungkin kita harus mengimpor warga Kanada untuk menjalankan ekonomi rakyat Inggris?" Tulis Darkmoon terkait dengan jabatan gubernur Bank of England yang dipegang yahudi Kanada, Mark Carney.

“Memperkuat hegemoni yahudi atas pasar ekonomi dan keuangan Amerika vis-a-vis bank-bank investasi yahudi yang kuat seperti Goldman Sachs dan sekutu-sekutu yahudinya di bank sentral Amerika, Eropa telah tersungkur ke bawah kekuasaan ekonomi dan keuangan yahudi. Para pejabat yang dipilih maupun tidak dipilih kini memerintah Eropa. Dan resep-resep mereka adalah “Goldman Sachs”," tulis Darkmoon.(ca)

Saturday, June 25, 2016

Jendral Soleimani, Dalang Kegagalan Proyek Zionis di Irak

Indonesian Free Press -- Ketika kelompok ISIS merebut sebagian besar wilayah utara dan barat Irak tahun 2014, para zionis sebagai patron ISIS berharap Irak bakal terpecah menjadi tiga negara, yaitu negara Sunni (Sunnistan) di barat Irak dan negara Kurdi (Kurdistan) di utara Irak.

Dengan demikian Irak selatan yang mayoritas dihuni orang Syiah dan sangat dekat hubungannya dengan Iran, bisa diisolir dari saudara-saudara mereka di Suriah dan Lebanon (Hizbollah), yang selama ini menjadi batu sandungan proyek zionisme di Timur Tengah.

Namun harapan itu tampaknya bakal sangat sulit terwujudkan karena keberadaan Jendral Soleimani, komandan pasukan khusus Pengawal Revolusi Iran (IRGC). Dengan kegigihannya, Soleimani berhasil memimpin pembebasan kota Tikrit di utara Irak, dan Ramadi serta Fallujah di barat Irak. Dengan keberhasilan-keberhasilan itu, pasukan dan milisi pejuang Irak kini mulai bisa mengkonsentrasikan pembebasan kota kedua terbesar, Mosul.

Keberhasilan dan keberadaan Soleimani di Fallujah dan wilayah Provinsi Anbar yang mayoritas berpenduduk Sunni tentu saja juga sangat mengkhawatirkan Saudi Arabia, patron utama kaum Sunni di kawasan. Jatuhnya Fallujah ke tangan pasukan pimpinan Soleimani berarti juga jatuhnya sebuah wilayah penting Sunni ke tangan pasukan Shiah.

Tidak heran, jika televisi Saudi, Al Arabiya, terus-menerus mengdiskreditkan Soleimani, dengan menyebutnya sebagai pembunuh orang-orang Sunni yang berusaha mewujudkan 'bulan sabit Shiah', wilayah yang dikuasai orang-orang Shiah yang membentuk bulan sabit, dimulai dari Iran, Irak, Suriah dan Lebanon.

"Pasukan-pasukan milisi (yang bertanggungjawab atas pembebasan Fallujah) didukung penuh oleh Iran, dan sang komandannya adalah Soleimani. Jendral Iran ini memiliki kemampuan yang sangat tinggi, yang tidak takut pada segala resiko. Ia telah menggagalkan rencana-rencana jahat sejumlah negara yang telah mendukung para teroris di Fallujah," tulis Veterans Today, media independen Amerika yang sangat kredibel, minggu ini.

"Para teroris berdatangan dari Asia Tengah, Afghanistan, Pakistan dan kawasan Laut Tengah, Semenanjung Arab, dan Afrika Utara. Ketika kakuatan jahat internasional mengalami kegagalan, Jendral Iran inilah yang harus disalahkan," tambah Veterans Today.(ca)

Friday, June 24, 2016

Turki Dekati Suriah, Negara-Negara Teluk Dekati Iran

Indonesian Free Press -- Hubungan antara Suriah dan Turki dikabarkan mulai mencair kembali akhir-akhir ini, setelah Turki berusaha mendekati Suriah untuk menyelesaikan konflik Suriah yang juga berimbas ke Turki.

Seperti dilaporkan Veterans Today, Senin (20 Juni), perundingan rahasia telah digelar antara kedua negara. Hal ini disampaikan oleh mediator Turki Ismail Hakki Pekin kepada media Rusia, Sputnik Turkey. Laporan yang sama juga disampaikan media Aljazair Al Watan, yang menyebutkan perundingan tersebut dimediasi oleh pemerintah Aljazair.

Pekin, mantan kepala inteligen Turki, adalah ketua Partai Vatan, yang anggotanya secara rutin berkunjung ke Suriah. Ia mengatakan bahwa perubahan telah terjadi dalam hubungan kedua negara setelah kunjungan terakhirnya ke Suriah.

"Kami telah bekerja sistematis untuk menormalisasi hubungan Turki dan Suriah untuk waktu yang lama, dan berhasil membuat dasar bagi dialog antara pemimpin kedua negara,” kata Pekin.

"Dalam kunjungan terakhir saya, saya melihat tanda-tanda melunak dari Suriah, dan kecenderungan yang sama dari para pejabat kemenlu Turki, ketika saya katakan kepada mereka tentang hasil dari kunjungan-kunjungan kami," kata Pekin.

Menurut Pekin, hal terpenting dalam perundingan kedua negara adalah keamanan, dimana Turki menghendaki Suriah untuk mencegah menguatnya kekuasaan orang-orang Kurdi di Suriah, sementara Suriah menghendaki Turki untuk menghentikan dukungannya kepada para pemberontak, yaitu dengan menutup perbatasan Turki dengan Suriah.

Menurut Pekin, pemerintah Turki harus realistis bahwa situasi global dan regional telah berubah yang mengharuskannya mempertimbangkan kembali kebijakannya di Suriah. Sebagaimana diketahui, Turki mengalami beban politik dan ekonomi yang luar biasa besar akibat konflik di Suriah.

"Integritas Suriah berarti juga integritas Turrki. Jika Amerika berhasil mewujudkan proyeknya memecah Suriah, situasi di Turki akan jauh tidak stabil dibandingkan sekarang. Jumlah serangan teroris akan meningkat tajam di Turki," tambah Pekin.

"Erdogan akan rela menciup tangan Assad untuk menggagalkan proyek Amerika ini," kata Pekin lagi.


Negara-Negara Teluk Berbalik ke Iran

Sementara itu negara-negara Teluk dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk kembali membuka hubungan dengan Iran setelah Iran berhasil membuktikan sebagai kekuatan politik dan ekonomi yang tangguh di kawasan, pada saat prospek patron mereka selama ini, Saudi Arabia, justru tampak semakin memburuk.

Kantor berita Perancis dalam laporannya hari Rabu (22 Juni) menyebutkan negara-negara Teluk tengah terlibat perselisihan dengan Saudi Arabia terkait isyu-isyu keamanan di kawasan. Uni Emirat Arab telah memperlihatkan keberaniannya mengabaikan Saudi Arabia dengan menarik pasukannya dalam koalisi Arab di Yaman baru-baru ini.

"Kuwait menyatakan keinginannya bahwa Duta Besar-Duta Besar negara Teluk akan kembali ke Teheran dan memulihkan misi-misi diplomatik mereka," tulis AFP dengan mengutip laporan media Saudi Al-Hayat.

"Kuwait tengah menunggu saat yang tepat ketika negara-negara Teluk akan kembali ke Teheran. Namun inisiatif ini tergantung pada Iran dan kebijakannya di kawasan," kata Deputi Menlu Kuwait, Khaled Jap-Allah, kepada Al Hayat.

Negara-negara Teluk memahami bahwa pasar Iran sangatlah penting bagi ekonomi mereka. Tulis laporan itu. Shoeib Bahman, analis politik penting asal Iran mengatakan, negara-negara Teluk melihat Iran sebagai mitra yang penting sebagai kekuatan politik, ekonomi dan politik yang dinamis di kawasan. Pada saat yang sama negara-negara Teluk merasa terancam dengan sikap tidak stabil patron mereka selama ini, Saudi Arabia.

"Saudi ingin mendominasi militer kawasan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran sesama negara Teluk. Itulah sebabnya mereka kini berpaling ke Iran," kata Bahman kepada AFP.

Sementara itu jurnalis Iran, Emad Abshenass, mengatakan bahwa secara historis Iran memiliki pengaruh yang kuat atas negara-negara Teluk sebelum di'bajak' oleh Saudi Arabia dan Amerika. Selama ini Iran juga tidak pernah banyak campur tangan atas urusan domestik negara-negara Teluk. Hal inilah yang membuat mereka merasa nyaman bersama Iran, khususnya pada saat Saudi Arabia menunjukkan kebijakannya yang 'serampangan' dengan menyerang Yaman dan menghukum mati ulama Shiah terkemuka.(ca)


Thursday, June 23, 2016

'Firm', Istana Terlibat Korupsi Sumber Waras

Indonesian Free Press -- Pengakuan Prof. Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran dan mantan tim perumus RUU KPK, dalam acara ILC TVOne awal pekan ini sangat mengejutkan publik. Mengklaim telah melakukan penyelidikan mendalam tentang kasus korupsi Sumber Waras yang menjadi perhatian publik, Prof. Romli mengatakan bahwa Presiden Jokowi adalah penandatangan penetapan harga jual RS Sumber Waras sebesar Rp 20 juta/meter.

Sebagaimana diketahui, akibat penetapan harga jual yang terlalu tinggi itu BPK menetapkan adanya kerugian negara sebesar Rp191 miliar dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemda DKI yang berujung pada kasus dugaan korupsi oleh Gubernur Ahok. Dengan bukti baru yang dibongkar Prof. Romli ini kini diketahui bahwa Jokowi berada di balik kasus korupsi ini, sekaligus menjawab pertanyaan publik selama ini tentang keterkaitan Jokowi dengan kasus ini. Pertanyaan publik itu muncul setelah KPK terkesan 'takut' untuk memperkarakan Ahok meski bukti kuat berupa audit investigasi yang dilakukan BPK dengan tegas menyebutkan adanya tindak korupsi oleh Ahok.

Selama ini publik lebih banyak berspekulasi tentang 'penyanderaan' kasus korupsi bus Transkajarta yang diduga kuat juga melibatkan Jokowi. Bahwa, jika Ahok dihukum karena kasus Sumber Waras, maka ia akan membongkar kejahatan Jokowi dalam kasus Transjakarta. Ternyata, Jokowi memang terlibat dalam kasus Sumber Waras.

Keterlibatan Jokowi dalam kasus Sumber Waras juga berkaitan dengan peran anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jan Darmadi, yang tidak lain adalah Ketua Yayasan Kesehatan RS Sumber Waras.

Berdasarkan laporan Teropong Senayan beberapa waktu lalu, Jan Darmadi (Jauw Fok Joe) terbukti terlibat langsung dalam transaksi pengadaan RS Sumber Waras. Jan Darmadi bersama Kartini Mulyadi, yang duduk sebagai ketua yayasan, meneken surat penawaran tanah yang disampaikan kepada Ahok.

Surat yang diteken berdua Jan Darmadi dan Kartini itu disampaikan ke Ahok pada tanggal 7 Juli 2014, dengan tawaran harga Rp755,69 miliar. Tanpa pengecekan ke lapangan, esoknya pada 8 Juli, Ahok langsung memerintahkan Kepala Bappeda DKI untuk menganggarkan pembelian tanah itu dalam APBD-P DKI 2014.

Kini, Jan Darmadi duduk sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) 2015-2019 yang dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Januari 2015.(ca)

Israeli Inginkan Kemenangan ISIS di Suriah

Indonesian Free Press -- Israel semakin menegaskan keberadaannya di balik konspirasi internasional memunculkan kelompok teroris ISIS. Kepala inteligen militer Israel menyebutkan bahwa Israel tidak ingin ISIS kalah dalam perang yang melanda Suriah dan Irak.

Seperti laporan Veterans Today, Rabu (22 Juni), Kepala Inteligen Militer Israel Mayor Jendral Herzi Halevy, 'menyatakan secara terbuka bahwa Israel tidak ingin ISIS kalah dalam perang Suriah'.

Dikutip oleh situs berbahasa yahudi NRG yang adalah bagian dari media Maariv, Halevy menyampaikan pandangaannya atas situasi perang Suriah saat ini, dimana dalam beberapa bulan terakhir ISIS menghadapi situasi paling sulit.

Para pejabat Israeli telah berkali-kali menyampaikan pendapatnya yang menyukai keberhasilan ISIS menguasai Suriah, daripada pemerintahan Bashar al Assad yang bersekutu dengan Iran. Israel juga diketahui telah memberikan banyak bantuan kepada para pemberontak, terutama mereka yang terluka. Di sisi lain, kemenangan pemerintahan Bashar al Assad akan menempatkan Israel dalam posisi sulit.

"Kita akan melakukan apapun untuk menghindari diri dari situasi ini," tambahnya. 


Pemberontak Gunakan Gas SarinSementara itu pemberontak Suriah kembali dilaporkan menggunakan senjata gas sarin untuk menghambat kemajuan pasukan Suriah di wilayah Ghouta Timur, Damaskus.

Ini merupakan pengulangan insiden penggunaan gas sarin tahun 2013 yang dijadikan alasan bagi intervensi Amerika ke Suriah. Namun, jika kala itu terdapat laporan-laporan yang bertolak belakang tentang siapa yang menggunakan senjata terlarang itu, kali ini tidak ada lagi perbedaan laporan.

Laporan penggunaan gas sarin ini mulai muncul tanggal 15 Juni di Al-Masdar News. Disebutkan, para pemberontak yang mulai putus asa menghadapi serangan pasukan Suriah di kawasan Ghouta Timur di luar kota Damaskus, mulai menggunakan gas sarin untuk menghambat kemajuan pasukan Suriah.

Sumber militer Suriah mengatakan kepada Al-Masdar News bahwa pemberontak menembakkan mortir yang berisi gas sarin hingga membuat sejumlah tentara mengalami luka serius.

"Sejumlah prajurit mengalami kesulitan bernafas setelah serangan itu sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit militer. Syukur, semuanya telah kembali stabil kondisinya," kata sumber tersebut.

Dalam insiden tahun 2013, 280 warga sipil tewas dan ribuan lainnya terluka karena serangan bom gas sarin. Menuduh pelakunya adalah pasukan pemerintah, Amerika nyaris menggelar intervensi ke Suriah sebelum dicegah oleh Rusia yang memberikan solusi penyerahan semua senjata kimia Suriah kepada PBB.

Pada tahun yang sama puluhan tentara Suriah tewas akibat senjata yang sama dalam pertempuran di Khan al-Assal, di dekat Aleppo.

Dalam laporan Al-Masdar tanggal 20 Juni lalu disebutkan bahwa pasukan Suriah menyerbu wilayah yang dikuasai kelompok Jaish al-Islam di sekitar Bahariyah di timur Ghouta, beberapa kilometer dari Damascus. Serangan ini membuat pasukan Suriah berhasil menguasai tempat-tempat strategis di kawasan itu.

Pasukan Suriah juga menyerang wilayah Mayda’a dan Hawsh al-Farah dan merebut sejumlah posisi penting, sebelum pemberontak menghambatnya dengan gas beracun yang dilarang dalam semua pertempuran.(ca)

Wednesday, June 22, 2016

Jengkel dengan Amerika, Rusia Hajar Pangkalan Pemberontak Dukungan Amerika

Indonesian Free Press -- Pesawat-pesawat tempur Rusia membom pangkalan militer pemberontak 'moderat' dukungan Amerika di dekat perbatasan Yordania. Ini merupakan peringatan Rusia kepada Amerika bahwa kesabaran Rusia telah habis dengan sikap mengulur-ngulur waktu Amerika.

Seperti dilaporkan situs Moon of Alabama, 18 Juni lalu:

"Pesawat-pesawat tempur Rusia menghantam pangkalan militan dukungan Amerika minggu ini (minggu lalu, blogger), mengabaikan peringatan-peringatan Amerika yang menyebutnya sebagai aksi paling provokatif Rusia sejak dimulainya kampanye udara Rusia di Suriah. Serangan itu menghantam pangkalan di dekat perbatasan Yordania, jauh dari wilayah serangan-serangan udara Rusia selama ini, di sekitar Tanf, sebuah kota di dekat perbatasan Yordania, Irak dan Suriah," tulis laporan itu.

"Sekitar 180 militan berada di pangkalan itu sebagai bagian dari program pelatihan yang digelar Amerika untuk memerangi kelompok ISIS," tambahnya.

Ketika serangan mulai terjadi, para militan menghubungi Amerika untuk meminta perlindungan. Pesawat-pesawat Amerika tiba dari Irak dan pesawat-pesawat Rusia pergi. Namun, setelah pesawat-pesawat Amerika pergi untuk mengisi bahan bakar, pesawat-pesawat Rusia kembali datang dan menyerang pangkalan itu. Dua orang militan tewas dan 18 lainnya terluka dalam serangan itu.

Serangan serupa terjadi lagi pada tanggal 18 Juni.

Sejak dimulainya gencatan senjata yang disepakati Amerika dan Rusia bulan Februari lalu, Amerika selalu mengulur-ngulur waktu untuk bekerjasama dengan Rusia menentukan target kelompok-kelompok teroris yang tidak termasuk dalam gencatan senjata. Bahkan pada bulan April para pemberontak dukungan Amerika dan kelompok teroris Al Nusra dadn ISIS melakukan offensif besar-besaran di Aleppo, dengan senjata baru dan canggih yang disuplai Amerika.

PBB telah menetapkan Al Nusra dan ISIS sebagai kelompok teroris yang harus dihancurkan, namun Amerika setidaknya dua kali meminta Rusia untuk tidak membom kelompok Al Nusra dengan dalih keberadaan pemberontak-pemberontak 'moderat' binaan Amerika, di antara mereka.

Rusia telah berkali-kali meminta Amerika memisahkan pemberontak moderat binaannya dengan para teroris, namun Amerika hanya berjanji akan memenuhi permintaan itu. Pada saat yang sama, pemberontak moderat terus bekerjasama dengan para teroris melancarkan serangan terhadap pasukan Rusia, sekaligus melanggar gencatan senjata yang disepakati.

Menlu Rusia Sergei Lavrov baru-baru ini menyampaikan kejengkelannya atas masalah ini:

"Amerika mengatakan mereka tidak bisa memindahkan oposisi moderat dari posisi yang diduduki al-Nusra Front, dan mereka meminta waktu lagi selama dua bulan untuk melakukan hal itu. Saya mendapat kesan bahwa mereka tengah bermain-main, dan mereka berniat melindungi al-Nusra Front untuk digunakan dalam bentuk lain untuk menggulingkan pemerintah Suriah," kata Lavrov dalam pertemuan International Economic Forum di St. Petersburg.

Serangan yang dilakukan Rusia bukan sebuah insiden biasa, melainkan sebuah pesan kepada Amerika bahwa 'jika Amerika tidak segera memisahkan pemberontak moderat dari para teroris, maka asset-asset Amerika di Suriah akan dihancurkan'.

"Jika Anda tidak bisa membedakan pasukan Al Qaida dan pasukan 'moderat', maka kami juga tidak bisa membedakannya," kata Jubir Kremlin Dmitry Peskov dalam konperensi pers tentang insiden itu, Jumat (18 Juni).(ca)

Tuesday, June 21, 2016

Raja dan Putra Mahkota Saudi Kritis, Menhan Terbang ke Amerika

Indonesian Free Press -- Deputi Putra Mahkota sekaligus Menteri Pertahanan Saudi Arabia, Pangeran Mohammad bin Salman, dikabarkan telah terbang ke Amerika untuk bertemu Presiden Obama membahas masa depan negeranya. Hal ini setelah Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Nayef mengalami krisis kesehatan yang serius secara bersamaan.

Mengutip keterangan Bruce Riedel, mantan pejabat inteligenc pemerintahan Barack Obama, kepada NBC News hari Jumat (17 Juni), Veterans Today dalam laporannya hari Senin (20 Juni) menyebutkan pada saat itu Pangeran Salman tengah berada di Amerika untuk bertemu Presiden Obama dan para pejabat Amerika karena kondisi kesehatan Raja dan Putra Mahkota yang tengah kritis. Dalam pertemuan itu kedua pihak sepakat untuk menjaga hubungan strategis kedua negara.

"Kami telah melihat sejumlah tanda terkait dengan Mohammed bin Nayef. Ini adalah langkah cerdik baginya. Sebuah kesempatan untuk memperkenalkan dirinya lebih dekat (dengan para pejabat Amerika)," kata Riedel.

Meski Amerika tidak begitu menyukai langkah-langkah Bin Salman yang keras, pertemuannya dengan Obama, John Kerry dan para pejabat Amerika telah membawa kesepakatan bahwa Amerika tidak bisa menolaknya sebagai pemimpin Saudi, meski Amerika sebenarnya lebih menyukai Pangeran Nayef.

Sementara itu terdapat sejumlah laporan yang saling bertolak belakang tentang kesehatan Putra Mahkota bin Nayef, dengan beberapa laporan yang menyebut pangeran berusia 56 tahun itu dalam kondisi sehat dan tengah mengadakan wisata berburu di Aljazair.

"Kunjungan bin Salman didisain untuk membuatnya sekutu nomor satu Amerika dengan menyingkirkan bin Nayef," tulis Veterans Today.

Sebelumnya pada awal Juni ini sejumlah laporan menyebutkan bahwa Raja Salman semakin kritis kesehatannya, dan Bin Salman yang merupakan putra kandung Raja Salman, melarang semua siapapun untuk bertemu dengan Raja. Bahkan keluarga kerajaan sendiri maupun utusan negara-negara asing dilarang bertemu Raja tanpa seijinnya.

Sebelumnya, Raja Salman juga berusaha menyembunyikan kesehatannya, dengan menempatkan bunga besar di depannya saat bertemu para tamu raja berumur 80-an tahun ini.

Sumber-sumber yang dekat dengan keluarga kerajaan menyebutkan bahwa Raja Salman mengalami penyakit dementia, penyakit mental yang mengganggu aktifitas sehari-hari, termasuk berbicara.

Hal ini mendorong terjadinya persaingan diam-diam namun intens antara Putra Mahkota Pangeran Nayef dengan Pangeran Bin Salman, yang diangkat sebagai Deputi Putra Mahkota dan Menteri Pertahanan tidak lama setelah Raja Salman menduduki jabatan. Apalagi setelah bin Salman, dengan dukungan Raja, mengubah secara drastis kebijakan politiknya menjadi lebih agresif dengan menyerang Yaman dan menghukum mati ulama Syiah terkemuka, selain dukungan kepada para teroris di Suriah dan Irak.

Pada saat yang sama Saudi kini mengalami kesulitan keuangan yang serius karena anjloknya harga minyak dunia yang memaksa pemerintah mempertimbangkan menjual sebagian saham Aramco, perusahaan minyak negara. Otoritas moneter Saudi (SAMA) mengalami defisit anggaran sebesar 21.6% dari GDP pada tahun 2015. Kondisinya semakin memburuk setelah IMF memprediksi defisit anggaran akan melonjak menjadi 20% dari GDP tahun ini.

Demi membeli kesetiaan para pemimpin Arab dalam persaingannya melawan Iran, Saudi juga dikabarkan telah menggelontorkan banyak uang yang semakin memperburuk keuangan negara.(ca)

Monday, June 20, 2016

Pembunuhan Politisi Wanita Inggris adalah Pengulangan Sejarah

Indonesian Free Press -- Pada tahun 2003, hanya empat hari sebelum referendum untuk menentukan penggabungan Swedia dengan Uni Eropa, politisi wanita pro-penggabungan, Anna Lindh, tewas dibunuh di depan umum oleh 'orang gila'.

Sang pembunuh mengakui tidak sadar telah melakukan pembunuhan, dan karenanya tidak ada motif politik yang mendasari pembunuhan itu. Namun, dampaknya adalah suara pendukung penggabungan ke Uni Eropa berhasil mengalahkan suara yang menolak.

Pada tahun 2016, tanggal 16 Juni atau hanya tujuh hari sebelum Inggris menggelar referendum untuk memastikan keluar atau tidaknya Inggris dari Uni Eropa, seorang politisi wanita pendukung bergabungnya Inggris dengan Uni Eropa, Jo Cox juga tewas ditembak dan ditusuk di depan umum.


Orang yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan disebut-sebut sebagai seorang yang 'tenang, agak pendiam dan tukang kebun yang baik', tidak diketahui memiliki motif politik untuk membunuh Cox. Namun dampaknya, suara pendukung bergabungnya Inggris dengan Uni Eropa, naik secara signifikan berdasarkan survei.

"Jajak pendapat pertama yang digelar setelah pembunuhan Jo Cox menunjukkan bahwa suara pendukung Uni Eropa unggul 45 persen dari responden berjumlah 1.001 yang dimintai pendapatnya melalui telepon, meninggalkan 42 persen anti-Uni Eropa. Ini menandakan adanya perubahan posisi dari jajak pendapat sebelumnya sebelum politisi Cox dibunuh,” tulis Moti Nissani, editor Veterans Today dalam laporannya tanggal 19 Juni lalu.

Yang menarik lainnya adalah bahwa baik Anna Lindh maupun Jo Cox adalah politisi yang dikenal kuat sebagai pendukung Palestina. Tewasnya kedua politisi, selain mendukung penggabungan Swedia dan Inggris ke dalam 'negara super' Uni Eropa, juga mengurangi jumlah politisi pendukung Palestina dan anti-Israel.

Menurut situs Electronic Intifada, "Cox baru saja terpilih sebagai anggota parlemen tahun 2015. Ia terlibat dalam gerakan 'Labour Friends of Palestine' dan menulis sebagian laporan yang dibuat kelompok itu yang mendesak Israel untuk mencabut blokade terhadap Gaza. Ia mengatakan pada bulan Februari lalu bahwa langkah pemerintahan Konservatif untuk menggunakan ancaman hukum untuk menghalangi gerakan boikot kepada Israel adalah pelanggaran yang kasar terhadap kebebasan demokrasi. Adalah hak semua orang untuk memboikot perusahaan-perusahaan yang tidak etis.”

Mungkin inilah motif sebenarnya di balik pembunuhan-pembunuhan itu?(ca)

Sunday, June 19, 2016

Vladimir Putin Abaikan Surat dari Erdogan

Indonesian Free Press -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengabaikan surat dari Presiden Turki Reccep Erdogan yang mengajak Rusia untuk memulihkan hubungan kedua negara. Sanksi ekonomi yang diterapkan Rusia sebagai balasan atas aksi penembakan pesawat Rusia oleh Turki telah membuat ekonomi Turki morat-marit.

"Yang terhormat Tuan Presiden (Putin). Atas nama rakyat Turki, saya mengucapkan selamat kepada seluruh bangsa Rusia pada 'Hari Rusia', dan berharap bahwa hubungan antara Turki dan Rusia akan kembali pulih seperti seharusnya," demikian bunyi surat Erdogan seperti dilansir Newsweek, minggu lalu.

Menurut laporan itu, surat tersebut mencerminkan keputus-asaan Turki atas situasi buruk yang dialami Turki di Suriah, selain kondisi ekonomi yang memburuk berat. Dalam konteks Suriah, Turki tidak bisa lagi menghentikan gerak maju milisi Kurdi Suriah, yang bersama kelompok Kurdi Turki mengancam untuk membentuk negara Kurdi yang meliputi sebagian wilayah Turki. Turki bahkan tidak bisa lagi menerbangkan pesawat tempurnya di dekat perbatasan Suriah karena tidak ingin ditembak jatuh sistem pertahanan canggih Rusia.
Terkait dengan surat itu, Otoritas Rusia hanya mengatakan bahwa Rusia tidak akan membalasnya karena Turki tidak menunjukkan itikad baik dan jujur. Jika Turki beritikad baik, maka terlebih dahulu harus meminta ma'af atas penembakan pesawat Rusia dan mengubah kebijakannya terhadap kelompok-kelompok teroris di Suriah. Demikian laporan itu menyebut.

"Turki setengah mati berusaha menormalisasi hubungan kedua negara, bukan hanya karena masalah ekonomi. Di sektor ekonomi, kerugian karena hilangnya pendapatan dari 4 juta turis Rusia setiap tahun telah menghancurkan sektor pariwisata Turki yang telah morat-marit karena keberadaan kelompok ISIS dan PKK (Kurdish Socialist Worker’s Party).”

"Putin terlalu pintar bagi Erdogan. Ia menghindari jebakan yang dipasang Turki untuk memaksa Rusia mengikuti rencana yang dibuat Amerika/NATO/Israel/Saudi di Suriah," tulis Veterans Today terkait hal ini, 17 Juni lalu.

"Sanksi ekonomi Rusia kepada Turki telah menggoyahkan kekuatan regim Erdogan. Pada saat yang sama, diplomasi catur Putin dan visi strategis Putin lebih luas dibandingkan Erdogan dan sekutu-sekutunya dalam menghadapi Rusia dan Iran. Putin akan memilih waktu, tempat dan methode yang tepat untuk menghadapi musuh-musuh Rusia, yang menguntungkan Putin dan negaranya," tambah Veterans Today.(ca)

Kemenangan Iran Masih Jauh dari Kenyataan

Indonesian Free Press -- Sebuah bom meledak di sebuah kantor Bank Blom di Beirut minggu lalu. Tidak ada korban jiwa dalam serangan terhadap salah satu bank besar di Lebanon itu, namun para pengamat politik langsung mengait-kaitkannya dengan konflik antara perbankan Lebanon dengan kelompok Hizbollah setelah bank sentral Lebanon membekukan rekening-rekening milik Hizbollah dan menolak setiap transaksi keuangan dengan Hizbollah dan anggota maupun simpatisannya, karena tekanan Amerika.

Semua bank yang melanggar ketentuan itu akan kehilangan hak melakukan transaksi dengan mata uang dollar. Karena 65 persen deposito dalam bentuk dollar dan 70 persen transaksi keuangan di Lebanon juga menggunakan dollar, maka melanggar ketentuan itu berarti menutup bisnis perbankan Lebanon.

Otoritas keuangan Amerika telah menetapkan 99 rekening milik Hezbollah dan entitas-entitas terkaitnya, termasuk yayasan-yayasannya, sekolah-sekolah, perusahaan dan media massa. Bahkan anggota parlemen dan dua orang menteri asal Hezbollah yang meraih kedudukannya melalui pemilu yang demokratis, tidak bisa lagi memiliki rekening bank.
Sementara itu, pemerintah Iran baru saja mengajukan protes kerasnya setelah pemerintah Amerika menyita asset Iran senilai $2 miliar (sekitar Rp 25 triliun), yang sebelumnya telah dibekukan karena sanksi. Penyitaan ini karena tuduhan Iran terlibat dalam serangan bom Beirut tahun 1983 yang menewaskan 400 tentara Amerika.

Tidak heran jika wartawan senior Robert Fisk menulis artikel menarik di The INdependent, 15 Juni lalu berjudul "Why our nuclear deal with Iran is turning to dust", menyoroti implementasi perundingan nuklir Iran yang masih jauh dari kenyataan.

"Kawasan Timur Tengah dipenuhi dengan kesempatan-kesempatan yang hilang begitu saja, impian-impian yang berubah menjadi abu. Kesepakatan program nuklir Iran pun kini bergerak ke arah yang sama. Presiden Hassan Rohani, pahlawan perjanjian nuklir dan dianggap sebagai 'anak baik' oleh Amerika, bahkan mendapat dukungan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, ketika menandatangani perjanjian nuklir dengan enam negara besar dunia tahun lalu, namun kini ia mulai tampak seperti seorang pecundang.

Maka terbuktilah sudah perkataan Ali Khamenei yang diaminkan oleh kalangan konservatif, bahkan Amerika tidak bisa dipercaya.

Saat Rouhani dan jajaran kebinetnya tengah berunding keras, Khamenei telah mengingatkan bahwa ia tidak percaya dengan Amerika, namun juga tidak bisa mencegah Rouhani untuk melakukan perundingan. Bahkan, sampai beberapa minggu lalu Khamenei dan kalangan konservatif lainnya masih terlibat 'perang pernyataan' dengan Rouhani dan mantan presiden Rafsanjani mentor Rouhani, tentang arah kebijakan luar negeri Iran. Sementara Rouhani dan Rafsanjani berkata 'masa depan ada di meja perundingan', Khamenei berkata 'masa depan ada di rudal dan senjata'.

Sanksi-sanksi ekonomi kepada Iran telah mulai dicabut, namun investasi belum juga masuk ke Iran, bahkan transaksi perbankan masih dilarang Amerika sebagaimana dirasakan Hizbollah sekutu Iran di Lebanon. Perbankan internasional, terutama Eropa dan Amerika, terlalu takut pada sanksi Amerika jika berani menjalin bisnis dengan Iran.

Pengalaman Iran dikadali Amerika juga pernah dirasakan Mohamed Khatami, yang terpilih sebagai presiden Iran tahun 1997. Ia menginginkan negara Iran yang dipenuhi semangat “civil society”, atau mendekati negara sekuler. Ini tentu saja disambut gembira oleh Amerika yang tetap memperlakukan Khatami kurang baik sehingga ia mundur dengan memalukan dan digantikan oleh Ahmadinejad yang lebih 'garang' dan anti-Amerika.

Nasib yang sama tampaknya akan dialami Rouhani dalam pemilihan presiden tahun depan, karena ia melupakan pesan Ali Khamenei untuk tidak terlalu percaya pada Amerika. Apalagi setelah Ahmadinejad dikabarkan mulai muncul ke depan publik mengisyaratkan akan kembali bersaing dalam pilpres tahun depan.(ca)

Saturday, June 18, 2016

Bebaskan Fallujah dari ISIS, Irak Khawatirkan Saudi

Indonesian Free Press -- Militer dan milisi Irak akhirnya berhasil membebaskan kota Fallujah dari para teroris ISIS. Namun kekhawatiran merebak bahwa Saudi akan berusaha mengeluarkan para teroris dari penjara.

Seperti dilaporkan situs independen yang cukup kredibel, Veterans Today, 16 Juni lalu, Saudi Arabia diduga kuat berniat akan membebaskan para teroris ISIS dari penahanan Irak, terutama setelah kelompok teroris itu semakin terdesak di Fallujah.

Upaya pembebasan para teroris itu direncanakan dilakukan di penjara al-Hout jail yang terletak di Provinsi Dhi Qar.

"Thamir al-Sabhan, Dubes Saudi di Baghdad, tengah merancang sebuah plot untuk membantu para teroris melarikan diri dari penjara al-Hout,” tulis Veterans Today yang mengutip dari media Iran FARS News Agency, Rabu (15 Juni).

Menurut laporan itu, dalam rencana itu operasi pembebasan diawali dengan serangan bom bunuh diri dan bom mobil di pintu masuk penjara, dilanjutkan dengan kerusuhan di dalam penjara. Sebelumnya para teroris sudah mendapatkan senjata yang diselundupkan untuk melumpuhkan penjaga penjara.

Laporan ini menyusul pernyataan Mendagri Saudi yang mengakui negaranya telah membantu pendanaan kelompok-kelompok teroris di kawasan.

Dalam pernyataannya baru-baru ini yang dimuat di situs Al Arabiya, Jubir Kemendagri Saudi Jendral Mansour al-Turki mengatakan bahwa negaranya akan menindak setiap penggalangan dana tanpa ijin kepada kelompok teroris Al-Nusra dan ISIS.

Dalam pernyataan itu ia menyebutkan bahwa semua sumbangan dan penggalangan dana (termasuk untuk para teroris) harus melalui pemerintah Saudi, yaitu melalui Yayasan King Salman Center.

Dalam pernyataannya itu Jendral Turki menyebutkan pihaknya telah melakukan tindakan hukum kepada 226 orang yang diduga telah melakukan penggalangan dana bagi para teroris dan membekukan lebih dari 117 rekening bank yang diduga digunakan untuk menggalang dana bagi para teroris.

Terkait dengan hal itu pejabat Kemenlu Irak menuntut Saudi untuk memberikan penjelasan tentang kegiatan penggalangan dana bagi para teroris itu.

"Kami menunggu pejabat Saudi untuk menjelaskan tentang pernyataan Kemendagri Saudi tentang pendanaan untuk ISIS,” kata pejabat Irak yang tidak disebutkan namanya, kepada media Arab al-Mayadeen.

"Mengumpulkan dana untuk ISIS di Saudi Arabia merupakan pelanggaran nyata terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB,” tambah pejabat itu.

Sebelumnya Jendral Al-Turki dilaporkan telah mengatakan bahwa keberadaan milisi Syiah Al-Hashd al-Shaabi dalam operasi pembebasan Fallujah, kota yang mayoritas warganya Sunni, telah mendorong warga Saudi untuk menggalang dana bagi kelompok ISIS.

Sementara itu menyusul pembebasan Fallujah, Jumat kemarin (17 Juni) Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi memberikan ucapan selamat kepada seluruh rakyat Irak dan menyebutkan bahwa tidak ada tempat bagi ISIS di bumi Irak.

"Saya telah berjanji bagi pembebasan Fallujah dan kita berhasil. Pasukan kita menguasai seluruh kota (Fallujah) kecuali beberapa kantong kecil yang harus dibersihkan dalam beberapa jam," kata Haider al-Abadi dalam pidato yang disiarkan televisi Irak, Jumat malam.

"Tidak ada tempat bagimu dan kamu akan dihukum atas semua kejahatan yang dilakukan. Seluruh rakyat Irak bersatu melawanmu (ISIS). Pergilan dari negeri ini, karena Irak untuk bangsa Irak,” tambah Abadi.

Selanjutnya Abadi menjanjikan pembebasan Mosul sebagai prioritas berikutnya.

Pemerintah Iran juga memberikan selamat atas pembebasan Fallujah.(ca)

Wednesday, June 15, 2016

Perang Pembebasan Raqqah Dimulai

INdonesian Free Press -- Perang pembebasan kota Raqqah, yang oleh para teroris ISIS telah dijadikan sebagai 'ibukota' mereka, telah dimulai. Namun hampir dipastikan perang ini tidak akan semudah perang pembebasan Palmyra.

Seperti dilaporkan Veterans Today kemarin (12 Juni), pasuka Suriah telah berhasil merebut wilayah Sfaiyeh, persilangan yang menghubungkan pangkalan udara Tabqa di luar kota Raqqah. Secara keseluruhan pasukan Suriah telah bergerak maju sejauh 60 km di dalam wilayah kekuasaan ISIS.

Gerak maju pasukan Suriah ini dipimpin oleh Brigade Elang Gurun dan  Marinir dengan dukungan resimen ke 555 Divisi Mekanik ke-4. Serangan-serangan udara Suriah dan Rusia membantu tank-tank dan artileri pasukan Suriah mengusir para teroris ISIS di wilayah-wilayah terbuka di padang pasir, yang membuat mereka tidak bisa bersembunyi untuk melakukan serangan.

Dikuasainya Sfaiyeh pada hari Jumat pekan lalu merupakan gerak maju pertama pasukan Suriah di wilayah kekuasaan ISIS di timur-laut Suriah setelah dimulainya operasi untuk membebaskan Provinsi Raqqah. ISIS menguasai Raqqah sejak tahun 2014, saat kelompok ini secara mengejutkan merebut sebagian besar wilayah Suriah dan Irak.

Gerak maju terakhir ini membawa pasukan Suriah pada jarak hanya 20 kilometer dari pangkalan udara Tabqa yang terletak 40 km di selatan kota Raqqa yang diklaim ISIS sebagai ibukota mereka. Meski demikian, pasukan Suriah harus menghadapi ancaman lawan dari garis belakang karena kini berada jauh di wilayah musuh. Selain itu, jarak yang jauh membuat efektifitas serangan udara, terutama angkatan udara Suriah, menjadi berkurang.

Militer Suriah mengklaim berhasil menewaskan sejumlah besar teroris dalam pertempuran hari Jumat. Pengamat konflik Suriah (Syrian Observatory) menyebut jumlah anggota ISIS yang tewas mencapai 80 orang.

Kedudukan ISIS di Raqqah semakin sulit setelah gerilyawan Kurdi berhasil merebut kota Manbij di Provinsi Aleppo yang selama ini menjadi kota transit utama bagi suplai bahan-bahan kebutuhan ISIS dari Turki.

Raqqah terletak 160 km sebelah timur Aleppo yang berada di pinggir Sungai Eufrat. Tahun 2013 kota ini direbut oleh ISIS dan setahun kemudin dinyatakan sebagai ibukota ISIS. Jatuhnya Raqqah ke tangan pasukan Suriah akan menjadi pukulan telak bagi ISIS setelah kehilangan banyak wilayahnya di Suriah dan Irak beberapa bulan terakhir.

Pada saat yang bersamaan, pasukan Suriah juga tengah mempersiapkan serangan pembebasan atas kota Aleppo. Sementara di Irak, pasukan pemerintah dan milisi Shiah dan Sunni yang loyal kepada pemerintah tengah bertempur untuk membebaskan Fallujah dan Mosul dari kekuasaan ISIS.(ca)

Sunday, June 12, 2016

Erdogan Ngambek di Pemakaman Muhammad Ali

Indonesian Free Press -- Presiden Turki Recep-Tayyip-Erdogan mempersingkat kunjungannya di Amerika untuk mengikuti pemakaman legenda tinju Muhammad Ali, karena kecewa dengan perlakuan yang diterimanya oleh petugas keamanan dan panitia upacara pemakaman.

Seperti dilaporkan Yahoo News, 10 Juni lalu, Erdogan memutuskan pulang ke negaranya sebelum berakhirnya prosesi pemakaman Ali, setelah ia ditolak untuk menjadi tamu kehormatan dalam prosesi tersebut. Salah satunya adalah ia dicoret dari daftar tamu yang diberi kesempatan untuk berpidato di hadapan para tamu dengan mengenakan pakaian khusus.

Laporan tersebut juga menyebutkan terjadinya pertikaian antara para pengawal pribadi Erdogan dengan petugas keamanan Amerika perihal posisi ruangan untuk Erdogan.

Perlakukan terhadap Erdogan ini mencerminkan dinginnya hubungan diplomatik Amerika dengan Turki saat ini yang memburuk setelah para pejabat Amerika termasuk Presiden Obama mengecam kediktatoran Erdogan. Sebaliknya Erdogan juga marah dengan langkah Amerika mendukung kelompok Kurdi dalam konflik Suriah.


Erdogan yang mengusung Islam sebagai legasinya sebagai pemimpinTurki, memuji Ali dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam Amerikahari Kamis (9 JUni).

"Saya sekali lagi memohon kepada Allah untuk melimpahkan kasih sayangnya untuk Muhammad Ali, yang dengan kharismanya telah menuliskan namanya dengan tinta emas dan meninggalkan jejaknya di negaranya (Amerika) dan di seluruh dunia,” katanya.

Pada tahun 1976 Ali bertemu Deputi Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan, di Istambul. Erbakan adalah mentor dari Erdogan.

Upacara pemakaman Ali sendiri berjalan lancar tanpa kehadiran Erdogan. Ribuan orang mengelu-elukan nama Ali di sepanjang jalan yang dilalui jenasah Ali di kota kelahiranya Louisville, Jumat (10 Juni). Ribuan karangan bunga diletakkan para pemuja Ali di rumahnya di masa kecil.(ca)

Mengapa Isyu Komunis Harus Disikapi Serius

Indonesian Free Press -- Mari kita bayangkan negara ini (Indonesia), dengan kondisi berikut: orang-orang keluarga eks PKI menduduki jabatan-jabatan penting di negara ini hingga menjadi selebritis terkenal. Sebaliknya Pak Soeharto, para ulama dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam penumpasan PKI, justru menjadi pesakitan, yaitu orang-orang yang dianggap bersalah dan dijauhi dalam pergaulan. Kemudian, suara-suara anti agama (Islam) dan pro-komunisme sangat mendominasi dunia informasi, sementara suara-suara dengan spirit agama (Islam) sangat jarang terlihat.

Bulan puasa Ramadhan tidak lagi terasa khusyuk, karena pemerintah justru mendorong rumah-rumah makan dan tempat-tempat maksiat untuk terus buka 24 jam. Sementara orang-orang yang berusaha menjaga kesucian Ramadhan dengan merazia tempat-tempat maksiat justru ditangkapi dan dipenjara dengan tuduhan 'hate crime' dan dicap sebagai orang-orang yang 'intoleran', 'hater', 'tidak demokratis', dll.

Pada tahap selanjutnya umat Islam menjadi tidak berdaya karena tersandera dengan cap-cap 'intoleran', 'hater', 'tidak demokratis' tersebut, sehingga ketika Israel membom Ka'bah pun umat Islam INdonesia tidak mampu untuk sekedar memprotesnya. Sama seperti orang-orang Kristen Eropa yang tidak berdaya dijajah oleh zionis yahudi.

Itulah kondisi yang hendak diciptakan di INdonesia oleh para zionis dan dan antek-anteknya di INdonesia yang kini telah menguasai segala aspek kehidupan di Indonesia, terutama di birokrasi sipil maupun militer, dunia usaha, media massa, dan civil society.

INi bukan bentuk ketakutan yang berlebihan, karena faktanya rakyat Eropa dan Amerika yang awalnya sangat religius Kristen, kini menjadi masyarakat tanpa daya, sehingga ketika Gereja Natifity di Jerussalem yang suci, dibom oleh Israel, tidak ada satupun suara protes yang keluar dari mulut orang-orang Kristen Eropa dan Amerika.

Terkait dengan isyu komunisme, hal ini identik dengan isyu anti-semit yang diluncurkan oleh para zionis di Eropa dan Amerika dan sukses menyandera rakyat Kristen Eropa dan Amerika. Bersamaan dengan kampanye liberalisme yang sangat massif, isyu anti-semit sukses melumpuhkan semangat keagamaan rakyat Eropa dan Amerika, mengubah mereka menjadi robot-robot komsumtif dan hedonis tanpa jiwa.

Maka isyu kebangkitan komunisme harus disikapi dengan serius, namun juga bijaksana. Karena kalau gegabah, justru bisa menjadi legitimasi untuk menyandera ummat Islam.

Isyu kebangkitan komunisme sebenarnya sengaja ditiupkan oleh agen-agen zionisme yang aktif di civil society, media massa, birokrasi, BUMN, untuk menguji sekuat apa respon anti-komunisme rakyat Indonesia. Ketika dianggap rakyat sudah tidak lagi peduli, maka agenda-agenda selanjutnya akan diterapkan yang tujuan akhirnya adalah melumpuhkan perlawanan ummat Islam terhadap liberalisme-zionisme yahudi.(ca)

Saturday, June 11, 2016

Rusia Bangun Kapal Perang yang Kebal Semua Serangan Lawan

Indonesian Free Press -- Bayangkan sebuah kapal perang yang menyandang sistem pertahanan udara tercanggih di dunia dan pada saat yang sama membawa rudal-rudal jelajah serang paling canggih di dunia. Maka kapal perang ini secara teknis menjadi kapal perang paling ampuh di dunia yang kebal terhadap semua serangan lawan.

Pada saat yang sama, mari kita ingat, bagaimana kapal perang Amerika USS Donald Cook, menjadi seperti 'bebek lumpuh' ketika pesawat-pesawat tempur SU-24 Rusia melancarkan serangan elektronik kepadanya ketika kapal itu berlayar di Laut Baltik sekitar tiga bulan yang lalu. Jika saja dua pesawat 'kuno' SU-24 itu menembakkan torpedo, atau rudal anti-kapal, maka USS Donald Cook tentu sudah hancur. Padahal Donald Cook dilengkapi dengan sistem pertahanan udara paling canggih Amerika, Aegis. Namun senjata itu tidak menjadi tidak berarti ketika berhadapan dengan senjata-senjata elektronik Rusia.

Seperti dilaporkan media Rusia Ria Novosti, 5 Juni lalu, Rusia tengah merancang kapal destroyer yang dilengkapi dengan sistem persenjataan udara S-500 dan rudal jelajah Kalibr-NK.

"Saat ini, disain awal dari 'Project 23560 Leader' tengah dalam pertimbangan Kemenhan Rusia," kata Igor Ponomarev, Wakil Direktur United Shipbuilding Corporation (USC) perancang kapal tersebut, kepada RIA Novosti, minggu lalu.

"Setelah mendapat lampu hijau, kami akan membuat disain teknis kapal serta mempersiapkan dokumen-dokumen untuk membangun kapal sesuai dengan jadwal yang ditetapkan kementrian pertahanan," tambahnya.

Ponomarev tidak menyebutkan kapan persetujuan proyek itu ditandatangani, atau kapan kapal destroyer itu mulai diproduksi. Namun ia menyebutkan bahwa disain akhir kapal itu akan selesai tahun ini.

Kapal destroyer kelas Leader telah dikembangkan oleh Severnoye Design Bureau, perusahaan disain kapal terkemuka Rusia, sejak tahun 2010. Kapal ini memiliki dimensi panjang 200 meter dan lebar 20 meter dengan bobot 17.500 ton serta memiliki kecepatan jelajah hingga 32 knot.

Kapal perang serbaguna ini dilengkapi dengan persenjataan anti-serangan udara, anti-rudal ballistik, anti-kapal dan anti-kapal selam. Setelah beroperasi, kapal ini akan menjadi kapal perang utama Rusia menggantikan kapal jelajah kelas Slava dan destroyer kelas Udaloy I. Slava dikenal dengan senjata anti serangan udara S-300nya, sedangkan Udaloy I dikenal dengan senjata anti-kapal selamnya.

"Jika dianggap Rusia mampu membangun kapal ini dalam situasi ekonomi sekarang, kapal-kapal ini akan mengalahkan kapal perang terbesar Amerika, kapal destroyer kelas Arleigh Burke dengan dobel persenjataannya," kata analis militer Dave Majumdar di situs National Interest.

Kapal kelas Leader diperkirakan akan dilengkapi dengan rudal jelajah canggih Kalibr-NK yang mampu menjangkau sasaran pada jarak ribuan kilometer. Rudal-rudal anti-kapal dan anti-kapal selam juga menjadi andalannya, sebagaimana rudal P-800 Oniks anti-kapal dengan daya jankau hingga 300 kilometer. Rudal hipersonik Zircon kemungkinan juga akan menjadi salah satu kekuatannya.

Namun, senjata paling canggihnya tentu saja adalah sistem pertahanan udara S-500 versi laut, Prometey atau 55R6M Triumfator-M. Di geladaknya, kapal ini mengusung helikopter helikopter Kamov Ka-27 atau Kamov Ka-32.

Sebagai sumber penggeraknya, kapal ini menggunakan reaktor nuklir yang akan membuat kapal ini mampu beroperasi 90 hari non-stop tanpa tambahan bahan bakar.(ca)

Pemimpin Qatar Damprat Saudi

Indonesian Free Press -- Mantan Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa mendamprat habis-habisan Saudi Arabia dengan menuduhnya telah menebarkan karogansiannya di kalangan bangsa-bangsa Arab dan membunuhi sesama bangsa Arab. Lebih jauh, Saudi dituduh telah melancarkan agresi terhadap bangsa yang selama ini menjadi pendukung setianya, Yaman.

Seperti dilaporkan Veterans Today, Minggu (5 Juni) lalu, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, dalam wawancara dengan wartawan Gazette mengatakan, tidak pernah dalam sejarah sebuah negara Arab melancarkan agresi terhadap sesama bangsa Arab, seperti Arab Saudi. Selama bertahun-tahun Saudi juga telah memobilisir kebencian dan arogansi di antara bangsa-bangsa Arab, pada saat yang sama mengklaim sebagai pemimpin mereka.

"Saudi Arabia bahkan membunuhi saudara-saudara kami dalam perang agresi terhadap orang-orang Yaman yang telah membantu mereka," kata Al Thani.

Oleh karena itu negara-negara Arab terutama di sekitar Teluk Parsia, sebut Al Thani, harus waspada untuk tidak mengalami nasib seperti Yaman, oleh tindakan Saudi yang tidak bisa diduga-duga.

Seperti diketahui, Qatar dan Saudi terlibat dalam persaingan perebutan pengaruh di antara negara-negara kawasan. Mundurnya Al Thani sebagai Emir Qatar disebut-sebut juga karena desakan Saudi Arabia melalui Amerika, yang tidak ingin pengaruh Qatar menghambat rencana Saudi di Suriah.

Qatar dan Turki adalah pendukung gerakan Ikhwanul Muslimin, sementara Saudi menganggapnya sebagai ancaman.(ca)