Sunday, August 25, 2013

IRAN ANCAM "RENCANA" INTERVENSI BARAT ATAS SYRIA

Iran dan Rusia adalah 2 negara yang dengan tegas menolak tuduhan penggunaan senjata kimia oleh regim Bashar Al Assad di Syria dan sebaliknya menuduh pemberontak-lah yang bertanggungjawab atas insiden-insiden serangan senjata kimia yang terjadi di Syria beberapa waktu terakhir. Atas kemungkinan terjadinya intervensi militer atas Syria terkait tuduhan senjata kimia ini, Iran pun menolaknya dengan keras dan mengingatkan konsekuensi berbahaya yang bisa ditimbulkannya.

Iran dan Rusia menyatakan telah memiliki bukti-bukti kuat tentang penggunaan senjata kimia oleh para pemberontak.

"Kami sangat konsern tentang informasi penggunaan senjata kimia di Syria, dan kami mengecam keras penggunaan senjata-senjata semacam itu," kata jubir kemenlu Iran Abbas Araqchi dalam pernyataan resminya Sabtu (24/8).

Tentang "rencana" intervensi militer barat atas Syria, kemenlu Iran mengatakan bahwa tidak ada otorisasi internasional atas intervensi militer di Syria.

"Kami mengingatkan pada semua aksi ataupun pernyataan yang bisa menciptakan ketegangan di kawasan. Kami berharap para pejabat Amerika memperlihatkan cukup kebijaksanaan untuk tidak    menciptakan situasi yang berbahaya."

Selanjutnya ia mengatakan bahwa "kalimat-kalimat provokatif para pejabat Amerika tentang pengiriman kapal-kapal perang tidak akan menyelesaikan masalah dan justru membuat situasi semakin berbahaya."

“Iran telah berulangkali menyatakan bahwa krisis di Syria tidak bisa diselesaikan secara militer," tambah Araqchi.


AMERIKA KERAHKAN KEKUATAN MILITER KE SYRIA

Sementara itu mengantisipasi kemungkinan keputusan Presiden Barack Obama untuk melakukan aksi militer terhadap Syria, departemen pertahanan Amerika telah mengerahkan kapal-kapal perangnya mendekati Syria.

"Departemen Pertahanan bertanggungjawab untuk menyediakan beberapa pilihan tindakan untuk presiden," kata menhan Chuck Hagel kepada pers mengomentari perkembangan isu senjata kimia di Syria baru-baru ini.

"Dan hal itu membutuhkan penempatan kekuatan-kekuatan militer kita, menempatkannya untuk bisa melakukan berbagai langkah yang mungkin dipilih presiden," tambahnya.

Namun Hagel menolak menjelaskan secara detil pernyataannya tersebut, termasuk posisi-posisi kapal-kapal perang, armada udara ataupun pasukan darat Amerika saat ini. Beberapa sumber menyebutkan Presiden Obama lebih memilih untuk melakukan serangan rudal jelajah.

Pernyataan Hagel muncul setelah beberapa pejabat Amerika mengungkapkan bahwa AL Amerika akan meningkatkan kekuatannya di perairan Laut Mediterania dengan 4 kapal perang yang dilengkapi dengan rudal-rudal jelajah. Armada VI AL Amerika yang beroperasi di Laut Mediterania (Laut Tengah) telah memutuskan untuk mempertahankan kapal USS Mahan di kawasan itu dan menunda kepulangannya ke Norfolk, Virginia. Tiga kapal destroyer lainnya telah berada di kawasan tersebut, yaitu USS Gravely, USS Barry dan USS Ramage. Keberadaan kapal-kapal itu memungkinkan AL Amerika melakukan tindakan militer cepat jika presiden Obama memutuskan aksi militer.

Namun media-media Amerika sendiri menyebutkan adanya perbedaan pendapat antara para pejabat teras Amerika tentang pilihan aksi militer atas Syria. Kestaf Gabungan Jendral Martin Dempsey dikabarkan sebagai salah seorang pejabat yang berusaha menghindari aksi militer. Sebelumnya Demsey telah berulangkali mengingatkan resiko serius yang dihadapi Amerika bila menerjunkan diri dalam konflik militer di Syria. Presiden Obama sendiri selama ini juga terkesan berusaha menghindarkan Amerika dari konflik secara langsung hingga muncul rumor terjadinya rencana kudeta atau operasi inteligen rahasia untuk menjerumuskan Amerika dalam konflik bersenjata dengan Iran dan Syria. Kudeta tersebut konon dipimpin oleh mantan Direktur CIA Jendral Petraeus, yang dipecat dari jabatannya setelah terbongkarnya rencana tersebut. Namun desakan untuk melakukan aksi militer kini tampaknya tidak bisa lagi ditahan oleh Obama setelah munculnya laporan penggunaan senjata kimia di Syria.


REF: almanar.com.lb; 24 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment