Monday, December 3, 2012

NAFAS TERAKHIR PEMBERONTAK SYRIA

Apa yang diinginkan para pemberontak dengan aksi-aksi terornya di Syria yang semakin "menggila"? Menurut Iran, itu adalah tanda-tanda para pemberontak telah mendekati ajalnya.

"Apa yang mereka inginkan dari Syria?" tanya seorang penduduk Jaramana, daerah pinggiran kota Damaskus, Syria, yang dikenal sebagai daerah "pluralis", setelah terjadinya aksi-aksi pemboman yang menewaskan puluhan warga sipil minggu lalu.

"Kota ini menampung semua orang dari seluruh penjuru Syria dan menyambut hangat semua orang yang datang ke sini," tambahnya.

Korban tewas akibat aksi pemboman di Jaramana minggu lalu adalah lebih dari 50 orang dan 120 orang lainnya mengalami luka-luka, sebagian di antaranya kritis. Semuanya warga sipil tak bersenjata.

Selama 20 bulan lebih Syria mengalami berbagai aksi terorisme yang menelan ribuan warga sipil tak bersenjata. Namun peristiwa teror di Jaramana menjadi perhatian serius. Terletak di luar ibukota Damaskus, kota kecil ini menjadi simbol kerukunan beragama dan pluralisme di Syria yang dilindungi oleh negara. Pemboman di Jaramana sekaligus juga menjadi simbol kekejian pemberontakan di Syria.

Selain Islam Sunni, di Jaramana juga tinggal sejumlah besar kaum Alawi, Kristen dan Druze yang telah hidup rukun selama berabad-abad. Mereka semua dikenal sebagai pendukung presiden Bashar al Assad.

Pada hari Rabu pagi (28/11), saat para pekerja berkemas-kemas ke tempat kerjanya dan ibu-ibu mengantarkan anaknya ke sekolah, 2 ledakan hebat mengguncangkan Jaramana. Ledakan kedua terjadi beberapa menit setelah yang pertama, saat orang-orang berdatangan untuk memberikan pertolongan pada para korban akibat ledakan pertama. Tujuan serangan itu jelas, memaksimalkan jumlah korban.

Perang teror yang melanda Syria, yang oleh pejabat dan pers barat disebut sebagai "perang perjuangan untuk demokrasi", sangat bertentangan dengan slogan-slogan demokrasi yang didengang-dengungkan. Apa yang diinginkan para teroris pemberontak itu adalah merobek-robek semangat toleransi dan kebersamaan warga dan bangsa Syria dan menggantinya dengan semangat perang antar kelompok etnis. Mengganti toleransi dengan kebencian antar etnis.

Menjadikan Jaramana sebagai sasaran juga mempertegas hal itu semua. Kota ini telah mengalami berbagai serangan teroris dalam ukuran yang lebih kecil. Pada tgl 29 Oktober sebuah serangan bom mobil menewaskan 11 warga Jaramana yang tidak berdosa.

Tidak ada kantor dan fasilitas militer di kota ini yang bisa dijadikan alasan untuk dilakukannya serangan. Seperti sudah disebutkan, Jaramana adalah kota pluralisme yang aman dan damai. Namun bagi para pemberontak teroris, justru hal itu menjadi sasaran utama.

Gerakan pemberontakan Syria dikendalikan oleh zionisme internasional dengan agen-agen pelaksananya para ekstremis Wahabi Salafi yang melihat pluralisme dan hubungan erat antar pemeluk agama sebagai "musuh". Agen-agen pelaksana lainnya adalah para "prajurit bayaran" yang mencari uang dengan membunuh, tidak peduli siapapun sasarannya, termasuk wanita dan anak-anak sekalipun.

Kedua kelompok pemberontak itu disatukan oleh satu tujuan: menghancurkan Syria sehancur-hancurnya. Dan cara termudah untuk itu adalah dengan memprovokasi terjadinya pertikaian antar kelompok agama dan etnis. Hal ini akan melemahkan dan kemudian menumbangkan pemerintah pusat yang selama ini menjadi pelindung kebebasan beragama, dan akhirnya mewariskan negara berada dalam pertikaian sara yang tak berujung.

Musuh Syria yang berada di balik pemberontakan telah diketahui jelas. Zionisme internasional memandang Syria sebagai batu penghalang proyek zionisme di Timur Tengah. Di sisi lain regim-regim Sunni di negara-negara ARab dan Turki, termasuk Mesir ingin menghancurkan pengaruh Iran, sekutu dekat Syria, yang semakin kuat di kawasan. Dengan hancurnya Syria maka pengaruh Iran akan berkurang signifikan sehingga memberi jalan mulus bagi dominasi zionisme internasional di kawasan.

Maka Syria dianggap memiliki posisi geopolitik yang sangat penting bagi zionisme internasional dan sekutu-sekutunya di kawasan Timur Tengah. Kampanye "pembebasan Syria untuk demokrasi" yang didengung-dengungkan barat merupakan kedok atas agenda jahat imperalisme barat dan zionisme. Satu hal yang sangat menggelikan adalah fakta bahwa sebagian pelaku kampanye untuk demokrasi Syria itu adalah negara-negara paling tidak demokratis di dunia, yaitu negara-negara Arab badui yang tidak pernah mengenal pemilu atau hal-hal demokratis lainnya yang paling mendasar.

Dan jika memang negara-negara Arab badui seperti Saudi dan Qatar benar-benar memperjuangkan kemerdekaan manusia dan demokrasi, mengapa mereka diam membisu terhadap penindasan Israel terhadap saudara-saudara mereka sendiri di Pelastina?

Berbagai aksi biadab, termasuk pembantian Houla yang akhirnya terbongkar sebagai aksi teror para pemberontak, termasuk pemboman di Jaramana, merupakan teknik dasar terorisme yang sudah terlalu sering dilakukan oleh pemerintah-pemerintah barat selama ratusan tahun. Hanya saja kini, seiring makin kritisnya masyarakat barat sendiri, aksi-aksi tersebut lebih banyak diwakilkan pada sekutu-sekutu regionalnya.
Semakin menambah kekejian tersebut, para teroris pemberontak tersebut seringkali mendokumentasikan aksi-aksi teror mereka dan membocorkannya ke publik untuk kemudian menuduh pemerintah sebagai pelakunya. Salah satunya adalah aksi pemboman terhadap sebuah masjid bersejarah di Aleppo yang menunjukkan orang-orang bersenjata "menikmati" aksi brutal yang mereka lakukan. Setelah muncul tuduhan pasukan pemerintah sebagai pelakunya, akhirnya diketahui bahwa aksi tersebut dilakukan oleh pasukan pemberontak. Hal yang sama terjadi dalam kasus pembantaian Houla dimana pemberontak membantai secara keji rakyat sipil tak berdosa, termasuk wanita dan anak-anak. Para balita yang tengah tertidur diberondong senapan, sebagian lainnya digorok lehernya.

Pemerintah negara-negara barat dan sekutu-sekutunya biasanya diam membisu atas berbagai aksi teror yang dilakukan pemberontak di Syria. Kalau pun mengecam, biasanya mereka menyalahkan pemerintah Syria sebagai pelakunya. Hanya karena adanya media-media independen, blogger-blogger berintegritas serta para pejuang keadilan, maka kebohongan-kebohongan itu berhasil dibongkar.

Dalam peristiwa teror di Jaramana misalnya, hanya beberapa jam saja sejak pemboman terjadi, pemerintah Amerika, Inggris, Perancis, Saudi, Qatar dan Turki beramai-ramai mensponsori dikeluarkannya resolusi mengutuk pemerintah Syria tanpa melalui penyelidikan terlebih dahulu.



IRAN: NAFAS PENGHABISAN PEMBERONTAK

Mungkin hanya pemerintah Iran saja yang cukup bijak melihat persoalan di Syria. Jika ditambahkan Rusia, Cina, Irak, Venezuela, Bolivia, Kuba dan Lebanon berada satu posisi dengan Iran. Mereka menganggap krisis di Syria sebagai kejahatan konspiratif barat dan sekutu-sekutu regionalnya demi mewujudkan dominasi barat.

Terkait dengan aksi-aksi teror yang semakin massif dilakukan para pemberontak, Iran melihatnya sebagai bentuk keputus-asaan pemberontak dan pendukung-pendukungnya setelah 20 bulan lebih gagal menggulingkan pemerintahan Bashar al Assad. Lebih jauh Iran menganggap aksi-aksi teror tersebut merupakan tanda-tanda usia pemberontakan yang berada pada tahap penghabisan.

Hal tersebut dikemukakan oleh Deputi Menlu Hossein Amir-Abdollahian, dalam suatu wawancara dengan media massa Iran akhir bulan lalu.

"Sangat disayangkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata yang tidak bertanggungjawab dukungan asing telah menjadikan warga sipil dan infrastruktur sebagai sasarannya," kata Amir.



Ref:
"What do they want from Syria?"; Finian Cunningham; Press TV; 29 November 2012
"Syria militants breathing their last breath: Iran deputy FM"; almanar.com; 29 November 2012

No comments:

Post a Comment